Jumat, 06 Agustus 2010

Surat dari Gaza

Untuk Saudaraku di Indonesia




Saya tidak tahu, mengapa saya harus menulis dan mengirim surat ini untuk kalian. Namun jika kalian tetap bertanya kepadaku, kenapa? Mungkin satu-satunya jawaban adalah karena negeri kalian berpenduduk muslim terbanyak di punggung bumi ini.

Saat saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika pulang dari melempar jumrah, saya berkenalan dengan salah seorang aktivis da'wah dari jama'ah haji asal Indonesia. Dia mengatakan bahwa setiap musim haji ada sekitar 205 ribu jama'ah haji asal Indonesia datang ke Baitullah ini. Sungguh jumlah yang sangat fantastis dan membuat saya berdecak kagum.

Lalu saya mengatakan kepadanya, saudaraku, jika jumlah jama'ah haji asal Gaza sejak tahun 1987 Sampai sekarang, digabung, itu belum bisa menyamai jumlah jama'ah haji dari negeri kalian dalam satu musim haji saja. Padahal jarak tempat kami ke Baitullah lebih dekat dibanding kalian. Saya lantas berfikir bahwa pasti uang kalian sangat banyak. Menurut sahabatku itu, ada 5% dari rombongan tersebut yang menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, Subhanallah.

Saudaraku,

Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa saya dan kami yang ada di Gaza ini, tidak dilahirkan di negeri kalian saja. Pasti negeri yang indah dan mengagumkan. Selain itu, negeri kalian aman, kaya dan subur, setidaknya itu yang saya ketahui. Pasti para ibu di sana mudah menyusui bayi-bayinya. Susu formula pasti dengan mudah kalian dapatkan di toko-toko. Para wanita hamil mungkin mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan.

Ini yang membuatku iri kepada kalian. Di negeri kami, saudaraku, bayi kami lahir di tenda-tenda pengungsian. Bahkan tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulans yang akan mengantarkan istri kami melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah Rafah. Sehingga istri kami terpaksa melahirkan di atas mobil. Ya, betul, di atas mobil!

Susu formula bayi adalah barang langka di Gaza sejak kami di blokade 2 (dua) tahun lalu. Namun isteri kami tetap menyusui bayinya dan menyapihnya hingga dua tahun lamanya. Walau terkadang untuk memperlancar ASI, isteri kami rela minum air rendaman gandum saja. Namun, mengapa di negeri kalian, katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi yang tidak jelas siapa ayah dan ibunya. Bahkan, terkadang ditemukan mati di parit-parit, di selokan-selokan dan di tempat sampah. Semua informasi itu kami dapatkan dari televisi.

Ada yang membuat kami terkejut dan merinding. Ternyata negeri kalian adalah negeri yang tertinggi kasus Abortusnya untuk wilayah Asia. Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian? Apakah karena negeri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti kami di sini, sehingga orang bisa melakukan hal hina seperti itu? Mengapa kalian belum bisa menghargai arti sebuah nyawa seperti kami di sini?

Setiap hari di Gaza sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati, Namun mereka mati bukanlah di selokan atau got, apalagi di tempat sampah. Mereka mati syahid, saudaraku, karena serangan roket tentara Israel!

Kami temukan mereka tak bernyawa dipangkuan ibunya, di bawah puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan roket tentara Zionis Israel. Bagi kami nilai seorang bayi adalah aset perjuangan perlawanan kami terhadap penjajah Yahudi. Mereka adalah mata rantai yang akan menyambungkan perjuangan kami memerdekakan Negeri ini.

Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel tanggal 27 desember (2009) kemarin, Saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang. Sejumlah 600 orang di antaranya adalah anak-anak kami. Namun sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru di Jalur Gaza. Subhanallah, kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar pula. Allahu Akbar!

Saudaraku,

Negeri kalian subur dan makmur. Tanaman apa saja yang kalian tanam akan tumbuh dan berbuah. Namun kenapa di negeri kalian masih ada bayi yang kekurangan gizi, menderita busung lapar. Apa karena kalian sulit mencari rezki di sana? Apa negeri kalian sedang di blokade juga? Di negeri kami, yang bertolak belakang keadaannya, tidak ada satupun bayi di Gaza yang menderita kekurangan gizi apalagi sampai mati kelaparan, walau sudah lama kami diblokade. Saya berfikir bahwa kalian terlalu manja! Saya adalah pegawai Tata Usaha di kantor pemerintahan Hamas. Sudah 7 bulan ini, gaji bulanan belum saya terima. Tetapi Allah SWT tetap mencukupkan rezki untuk kami.

Perlu kalian ketahui, bulan ini ada sekitar 300 pasang pemuda baru melangsungkan pernikahan. Mereka menikah di sela-sela serangan agresi Israel, Mereka mengucapkan akad nikah di antara bunyi letupan bom dan peluru. Alhamdulillah, Perdana Menteri kami, yaitu Ust Isma'il Haniya memberikan santunan awal pernikahan bagi semua keluarga baru tersebut.

Saudaraku,

Terkadang saya iri, bila saja saya menghadiri pengajian atau halaqoh pembinaan di negeri kalian, seperti yang diceritakan teman saya itu, program pengajian kalian pasti bagus. Banyak kitab yang telah kalian baca, dan buku-buku yang telah kalian lahap. Pastilah kalian sangat bersemangat, karena kalian punya banyak waktu. Kami tidak punya waktu. Satu jam adalah waktu yang dipatok untuk kami untuk halaqoh. Setelah itu kami harus terjun langsung ke lapanagn jihad, sesuai dengan tugas yang telah diberikan kepada kami. Walau hanya sejam, namun kami sangat menanti-nantikan hari halaqoh. Kalian di sini lebih beruntung karena kalian lebih punya waktu untuk menegakkan rukun-rukun halaqoh, Seperti ta'aruf, tafahum dan takaful.

Hafalan kalian pasti lebih banyak dari kami. Semua pegawai dan pejuang Hamas di sini wajib menghapal surat Al Anfaal sebagai nyanyian perang kami. Saya sendiri menghapalnya di sela-sela waktu istirahat perang.

Akhir Desember kemarin, saya menghadiri acara wisuda penamatan hafalan 30 juz anakku yang pertama. Ia ada di antara 1000 anak yang tahun ini menghapal Al-Qur'aan. Umurnya baru 10 tahun. Saya yakin anak-anak kalian jauh lebih cepat menghapal Al-Qur’aan ketimbang anak-anak kami di sini.

Di Gaza tidak ada SDIT seperti di tempat kalian, yang menyebar seperti jamur. Anak-anak kami belajar di antara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur, yang tanahnya sudah diratakan. Di atasnya diberi beberapa helai daun pohon kurma. Di tempat itulah mereka belajar. Bunyi suara setoran hafalan Al-Qur’aan mereka bergemuruh di antara bunyi letusan senapan tentara Israel. Ayat-ayat jihad paling cepat mereka hafal, karena memang mereka berada di depannya, yang langsung mereka rasakan.

Saudaraku,

Kami berterima kasih melihat aksi solidaritas yang kalian perlihatkan kepada masyarakat dunia. Kami menyaksikan demo-demo kalian. Subhanallah, kami terhibur karena kalian juga merasakan apa yang kami rasakan.

Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi kami, termasuk kalian di Indonesia. Namun, bukan tangisan kalian yang kami butuhkan. Biarlah butiran air mata kalian dijadikan catatan bukti nanti di akhirat, dicatat Allah SWT sebagai bukti ukhuwah kalian kepada kami. Doa-doa kalian dan dana kalian lebih kami rasakan manfaatnya.

Hari semakin larut. Sebentar lagi giliran saya menjaga kantor. Tugasku menunggu dan menjawab telepon dan fax yang masuk. Insya Allah, nanti saya sambung dengan surat yang lain lagi. Sampaikan salamku untuk semua pejuang-pejuang Islam di Indonesia.

Saudaramu:
Abdullah (Gaza City 1430 H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar