Jumat, 06 Agustus 2010

Nabila




Namanya Nabila. Begitu saya memanggilnya. Ia adalah "adik" terbaik yang pernah saya “miliki”. Wajahnya cantik, dibalut jilbab yang melekati tubuhnya. Alhamdulillah, Allah SWT pertemukan saya dengannya. Tanggal 20 Nopember usianya genap menginjak 35 tahun. Usia yang memang sudah “lanjut” dalam kesendiriannya.

Sekian lama bergaul dengannya, banyak hal yang berguna yang bisa diambil darinya. Dewasa, sabar, istiqomah dalam pendirian agama, dan pengabdian yang luar biasa dalam meretas jalan dakwah. Sebagai pengemban dakwah, tidak ada kamus “menyerah” padanya. Tidak pernah mengeluh, putus asa dan selalu berprasangka baik kepada Allah SWT. Bagiku, dia salah satu amanah terberat ketika mencarikan pasangan hidupnya.

Ketika gadis lain begitu gampang menuju jenjang pernikahan, Nabila harus meretas kesabaran. Namun saya terus berikhtiar membantunya menemukan pemuda shalih.

Begitulah kedekatan antara usaha denga takdirNya. Begitulah, ketika proses telah berjalan, Allah berkehendak lain. Batal dan batal terus. Namun tidak pernah ada protes yang keluar dari lisannya, tidak ada keluh kesah, atau bahkan mempertanyakan kenapa sang pemuda begitu "lemah", tidak mampu menerjang penghalang? Atau ketika kendala fisik, suku, serta usia, menjadikan seorang pemuda mengundurkan diri, Nabila tidak pernah mempertanyakan atau protes "kenapa pemuda sekarang seperti ini?” Baginya segala sesuatu ada hikmah dan itu memang geris dari Allah SWT.

Tidak ada gurat sesal, kecewa, atau sedih pada raut wajah atau tutur katanya. Pasrah dan yakin terhadap ketentuan Allah SWT, terlukis indah dalam dirinya.

Akhirnya seorang pemuda shalih, baik akhlak serta ilmunya, datang dan berkenan menjadikannya seorang pendamping. Namun, tidak ada luapan bahagia selain ucapan "Alhamdulillah”.

Proses ta’arauf (berkenalan antarkeluarga) serta khitbah (meminang) berjalan mudah. Pemuda shalih yang Allah SWT pilihkan 8 tahun lebih muda dari usia Nabila. Akad nikah direncanakan 1 bulan kemudian, menunggu selesainya adik sang pemuda menyelesaikan studi di negeri Mesir.

Namun Allah SWT adalah Mahaberencana. Dua pekan menjelang pernikahan, menyeruaklah kabar duka. Usai Nabila mengisi sebuah pengajian, dalam perjalanan pulang, motornya terserempet mobil, lalu menabrak truk kontainer di depannya. Nabila terpelanting dan terluka parah. Kondisinya kritis di ruang ICU. Terakhir fihak rumah sakit menyerah, tidak sanggup berbuat banyak karena kondisinya yang begitu parah. Seluruh alat geraknya patah. Beberapa tulang rusuknya patah dan menusuk kedua paru-parunya. Ini yang membuat kondisinya kritis. Siapa saja yang melihat kondisi Nabila, dan saya sendiri, tak kuasa menahan menetesnya air mata.

Hanya ada iringan dzikir disela isak tangis kami yang berada di sana. Keluarga Nabila dan sang pemuda berkumpul, mencoba menata hati bersama, pasrah dan bersiap menerima apapun ketentuanNya. Kami terus berdoa agar Allah SWT memberikan jalan yang terbaik untuk Nabila. Dalam suasana hening, Nabila tersadar dan menggerakkan jemarinya.

Harapanpun kembali terrajut, mudah-mudahan Allah SWT berkenan memberikan kesembuhan. Dalam suasana mencekam, manusia selalu berharap. Namun kondisi Nabila terus melemah, hingga akhirnya sang pemuda mengajukan permintaan kepada keluarga Nabila.

"Ijinkan saya membantu menggenapkan setengah agamanya. Jika Allah memanggilnya, maka ia datang menghadap Allah dalam keadaan sudah melaksanakan sunnah Nabi".

Permintaan itu membuat kami tertegun. Sang pemuda begitu yakin dengan permintaannya. Akhirnya dua keluarga itu sepakat memenuhi permintaannya.

Sang bunda membisikkan rencana itu telinga Nabila. Dari jarak dua meter, saya lihat ada aliran airmata mengalir dari sepasang mata jernihnya.

Pukul 16.00, dalam majelis pertemuan itu, ada penghulu, orangtua dari 2 pihak, beberapa sahabat, dokter dan perawat. Pernikahan yang dipenuhi isak tangis itupun dilaksanakan. Pernikahan yang sangat sulit dilukiskan. Khidmat, sepi, namun dipenuhi nuansa kesedihan.

Ijab kabul terucap, sang pemuda mencium kening Nabila serta membacakan doa di atas kain perban putih yang telah berganti warna menjadi merah penuh darah, menutupi hampir seluruh kepala Nabila.

"Tolong Ikhlaskan saya.....". Itulah ucapan terakhir dari Nabila, antara terdengar dan tidak.

Hanya 5 menit setelah ijab kabul itu, tangisanpun memecah ruangan yang tadinya senyap menahan sesak di dada dan airmata. Akhirnya Allah menjemputnya dalam keadaan tenang dan senyum indah.

Sang Pemuda telah menjemput seorang bidadari. Sebuah karunia indah dan janji yang Allah berikan padanya. Sang pemuda melepas kepergian istrinya itu dengan sukacita, diiringi tetes airmata yang tidak kuasa ditahannya.

Innaalillaahai wa innaa ilahai raajiaun. Selamat jalan adikku, semoga kelak kita bertemu di Taman Firdaus nan indah itu. Allahummaa firlahaa warhamhaa wa afihaa wa fu’anhaa wa akrim nuzaulahaa birahmatikaa yaa arhamaarrahiimian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar