Minggu, 29 Maret 2009

BANGSA MORO, Perjuanganmu dari Dahulu sampai Sekarang

Pengantar

Ada 4 (empat) periode yang dialami oleh Bangsa Moro, dari dahulu sampai sekarang. Pertama, masa hunian tradiosional. Masa ini, kebudayaan masih mengikuti naluri alamiah. Kedua, masa Bangsa Moro bersentuhan dengan ideologi Islam. Agama ini masuk dengan damai, berinteraksi lewat perkawinan. Ketiga, masa konflik dengan panjajah. Ada 2 (dua) periode yang dialami oleh Bangsa Moro, yaitu masa kedatangan Bangsa Spanyol dan bangsa Amerika Serikat. Keempat, periode intrik dan konflik dengan Pemerintahan Philippina sekarang ini.

Letak Geografik

Philippina merupakan bagian dari Asia Tenggara. Negeri ini memiliki sekitar 7000 pulau besar dan kecil. Luasnya sekitar 300.000 km2. Kawasan ini ditemukan oleh Ferdinand Magellans, seorang pengembara Bangsa Spanyol. Baru 42 tahun kemudian daerah ini dijadikan koloni Spanyol.

Sejak Amerika Serikat memerdekakan negeri ini, bentuk pemerintahannya adalah republik dengan ibukotanya Manila City. Menurut sensus tahun 2005, jumlah penduduknya 97.857.473 jiwa. Mayoritas penduduknya beragama Roma Katholik. Sekitar 5% (4.392.872 jiwa) penduduknya beragama Islam. Jumlah inilah yang disebut Muslims Philippinos, atau disebut juga Bangsa Moro.

Wilayah Bangsa Moro meliputi Mindanao, Sulu, Tawi-tawi dan Palawan. Inilah yang sering disebut sebagai Philippina Selatan. Daerah ini meliputi 23 Provinsi dengan luas daerah 96.438 Km2 (kira-kira 33% dari total keseluruhan Philippina).

Bangsa Moro terdiri dari 13 etnis suku, yaitu Maranao, Maguindanao, Tausuq (Sulu, Suluk, Zolo), Samal, Yakan, Sangil, Bajao, Kalibogan, Jama Mapun, Iranun, Palawanon, Kalagan dan Molbog. Sementara itu suku Tausuq merupakan gabungan dari beberapa suku, yaitu suku, Buranun, Taguimaha, Baklaya, Dampuan dan Banjar. Suku Baklaya dipercaya sebagai suku pendatang dari Sulawesi, Indonesia. Mungkin saja ia adalah suku Bugis dari Sulawesi Selatan. Suku Banjar berasal dari Borneo (Kalimantan), Indonesia. Sedangkan suku Dampuan dipercaya berasal dari Champa (Indochina) yang migrasi ke Philippina dan seluruh Asia Tenggara.

Apa itu Bangsa Moro?


Philippina Selatan disebutkan sebagai tempat tinggal (hunian) tradisional Bangsa Moro. Hunian tradisional ini dimaksudkan adalah bentuk tatanan sosial yang masih asli, belum bercampur dengan budaya asing. Bahkan belum bercampur dengan kebudayaan Islam. Daerah hunian tersebut meliputi Mindanao, Tawi-tawi, Sanga-sanga, Bato-bato, Zamboanga, hunian yang berbatasan dengan Brunei, Malaysia Timur, Kalimantan (Timur) dan Indonesia bagian timur.

Pada tataran tatanan sosial terkecil, dikenal istilah Barangay. Ia merupakan tatanan sosial terkecil, budaya tersendiri dengan wilayah hukum yang khas untuk sekitar 100 KK yang dikepalai oleh seorang Datu (Datuk). Mungkin sekarang bisa dipadankan dengan ketua kampung. Tatacara hidup mereka ini disebut Luwaran. Pada tingkat wilayah yang lebih besar lagi, ada wilayah-wilayah dikuasai oleh kepala suku berupa raja-raja kecil yang tinggal dekat dengan keramaian, misalnya pelabuhan.

Mereka percaya kepada kekuatan alam. Kepercayaan animisme menjadi anutan penduduk. Ketika pengaruh Hindu masuk berupa kedatangan pedagang India, mereka percaya kepada Dewa utama, yaitu Dewa Bathala (Batara). Kepercayaan penduduknya menjadi beragam setelah budaya mereka bersentuhan dengan budaya (lewat pedagang) Cina, Persia dan Arab (Islam).

Islam Masuk ke Philippina

Secara garis besar, Islam masuk ke Philippina dimulai dari abad 11-14 M. Abad 14-15, Islam ada dalam bentuk kekuasaan, yaitu pemerintahan kesultanan. Teori Islam masuk ke Philippina Selatan disebutkan dengan berbagai versi. Ada lewat pedagang. Ada lewat pengembara yang berlaku sebagai pedagang.

Beberapa nama disebutkan, antara lain Mashaika, tiba di pulau Sulu. Diperkirakan berasal dari bangsa Melayu. Inilah orang pertama yang membawa dan menyebarkan Islam di Philippina. Ada nama Muhammad Kabungsuwan, datang ke suku Manguindanao di daerah Tinundan. Ada nama Sharif Awliya yang datang ke Mindanao. Ia berasal dari Johor. Penyebaran Islam di Mindanao dilanjutkan oleh menantunya yang bernama Sharif Maraja. Olehnya, Islam menyebar ke wilayah Davao, Danau Lanao dan Bukidnon. Ada pula nama Karim Al Makhdum, ulama sufi yang ahlu fikih, datang ke Sulu. Hanya cerita ulama ini bercampur legenda yang aneh-aneh. Ada pula nama Sharif Abubakar, asal dari Yaman Selatan (Hadralmauth), meneruskan kekuasaan Kesultanan Sulu, yang merupakan kekuatan Islam pertama di Philippina. Ia terlebih dahulu mendarat di Palembang dan Brunei. Kemudian ia menikahi putri raja Bwansa, raja Sulu waktu itu yang sudah beragama Islam. Ia menggantikan kedudukan mertuanya, menjadi raja. Dari eranya, hukum Islam diberlakukan, tetapi dengan tetap memperhatikan adat istiadat setempat yang tidak bertentangan dengan Islam. Dari kesultanan inilah akhirnya Islam menyebar ke seluruh Philippina.

Kekuatan Islam waktu itu dipegang oleh tiga kesultanan, yaitu kesultanan Sulu, Maguindanao dan Buayan. Tetapi kemudian Kesultanan Maguindanao dan Buayan dipersatukan oleh Sultan Kudarat menjadi kesultanan Maguindanao.

Muslim Philippina Perlu adalah beraliran Sunni. Awal tahun 1970-an, banyak tokoh Islam dunia yang berkunjung ke Philippina. Mulai banyak pula penduduk asli Philippina yang belajar ke pusat-pusat kebudayaan Islam. Sepulang dari sana mereka menyebarkan Islam, mendirikan sekolah Islam, masjid, tempat-tempat mengajarkan dasar-dasar Islam dan Al-Quraan. Sampai sekarang terkenal lembaga pendidikan yang bagus mutunya bernama Jamiatul Philippina Al Islamiyah yang ada di kota Marawi.

Berbagai Konflik yang Terjadi

Penyebaran Islam lebih gencar lagi terutama oleh suku Sulu ketika Portugis bisa menguasai Malaka pada tahun 1511, sebuah bandar yang ramai dengan aktifitas perdagangan. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil dari berbagai barangay, berpencar ke Kalimantan, Mindanao di wilayah utara dan ke suku Buranun di daerah pedalaman. Dari sinilah terjalin hubungan yang semakin erat dengan kesultanan Islam lainnya di Nusantara dan Malaya. Hubungan ini dijalin mengingat bahwa kedatangan Portugis dan bangsa barat lainnya tidak sekedar berdagang dan mencari komoditi perdagangan, tetapi mereka juga ingin menguasai wilayah dan menyebarkan agama.

Abad pertengahan 16, Islam mulai mengakar di Philippina. Bahkan sudah sampai ke pulau Luzon. Di Manila sendiri sudah berdiri kerajaan Islam kecil yang berada di Tondo. Abad 15-16 M, Islam diperkenalkan lewat jalur resmi kerajaan. Adalah raja Baguinda yang pertama sekali membolehkan negerinya mendapatkan dakwah Islam.

Kedatangan Portugis ke Asia Tenggara adalah awal konflik yang terjadi antara penduduk asli Philippina, khususnya Muslim Moro, apalagi setelah mereka mampu menaklukkan Malaka. Bangsa kulit putih pertama yang masuk ke Philippina adalah Ferdinand Magellans tahun 1512. Ia bangsa Spanyol. Ia terbunuh oleh suku setempat dalam salah satu pertempuran.

Ada tiga suku besar bangsa Moro yang Muslim, yaitu suku Sulu (Tausuq), Maranao dan Maguindanao. Ada satu suku lagi, yaitu suku Banguingui yang merupakan suku Muslim terkecil jumlahnya. Tetapi tiga suku pertama di atas merupakan grup Muslim yang acap dimanfaatkan Portugis untuk mencapai tujuannnya. Datu Uttu dari suku Tausuq menyediakan perahu bagi penjajah Portugis untuk menghancurkan kelompok Islam suku Tausuq lainnya. Begitu pula ketika Marcos berkuasa, diktator ini berusaha terus meneruskan berusaha mematahkan perlawanan suku Tausuq.

Pada masa penjajahan Amerika Serikat, beberapa kelompok Muslim ikut menandatangani perjanjian damai, sementara yang lainnya terus berjuang. Perlawanan sengit yang dilakukan Datu Ali (tahun 1903) yang terkenal bertempur gagah berani, tetapi dipatahkan, dihancurkan bahkan beliau terbunuh akibat pengkhianatan Datu Plang.

Kedatangan bangsa Barat lainnya adalah Spanyol. Mereka melancarkan peperangan dengan Bangsa Moro. Pada masa inilah terlihat perpecahan di kalangan para datu, berebut kekuasaan dan pengaruh. Terjadilah saling hasut yang menyebabkan terjadi perang antarsuku. Keadaan ini menguntungkan bangsa penjajah dan keadaan itu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menaklukkan Bangsa Moro. Perjalanan panjang mereka dari Spanyol menuju Asia Tenggara memang direstui oleh Philip II, raja Spanyol waktu itu. "Kuberikan izin bagi kalian untuk menjadikan Bangsa Moro yang Muslim menjadi budak untuk kalian. Tetapi kularang kalian menjadikan budak bagi penduduk lain selain Bangsa Moro Muslim", begitulah isi surat raja Spanyol kepada Conquistador Miguel Lopez Legaspi yang bertindak sebagai kepala pasukan yang mendarat di pulau Cebu (tahun 1565). Dipimpin olehnya, dakwah Islam dihentikan dengan peperangan selama 300 tahun.

Dendam Spanyol terhadap Islam memang mengakar dalam sejarah. Islam menguasai mereka selama 4 abad. Karena itu kebencian mereka terhadap Islam dilampiaskan kepada Bangsa Moro. Berbagai pembantaian, pembunuhan dan pelecehan dilakukan oleh bangsa Spanyol ini. "Doktrin ajaran Islam adalah palsu, tidak benar dan merupakan hukum setan", melekat erat di kepala penjajah ini. Itu pula yang disebutkan Gubernur Spanyol dan kaki tangannya. "Islam adalah seperti api yang menyebar seperti wabah", kata uskup Salazar. Atau "Kaum Muslimin adalah perampok, lanun di lautan", kata Pio Pie, seorang pendeta Jesuit.

Bangsa Spanyol hanya mampu menaklukkan Bangsa Moro dengan kekuatan senjata, tetapi tidak dalam urusan keyakinan. Ketika kapal uap dipakai oleh kapal-kapal mereka tahun 1800-an, bangsa Moro tidak berdaya melawan bangsa penjajah ini. Para datu dan raja kecil terpaksa membayar upeti kalau tidak ingin kapal mereka dihancurkan, atau dirusak barang dagangan mereka, atau kampung-kampung dibakar. Bahkan Francisco Ducos, seorang pendeta bangsa Spanyol, memimpin sendiri pasukannya selama 7 tahun untuk melawan kaum Muslimin.

Menjelang abad 19 M, bangsa-bangsa penjajah lain (Inggris, Perancis, Belanda) mulai berdatangan ke Asia Tenggara. Hal ini mulai mengkhawatirkan Spanyol. Mulailah dilakukan penaklukan besar-besaran terhadap Bangsa Moro, terutama terhadap suku Tausuq yang memang ahli berperang di laut. Adalah panglima perang Spanyol, Jendral Arolas, mengangkat dirinya sebagai sultan Sulu, di tengah perlawanan yang terus dilakukan oleh suku Tausuq (Sulu).

Perlawanan yang Tiada Henti

Amerika Serikat datang ke`Philippina. Terjadilah perang antara dua bangsa penjajah ini, Amerika Serikat versus Spanyol. Spanyol keok dan tahun 1899 terpaksa angkat kaki dari Philippina. Bergantilah bangsa penjajah. Bukan berarti kondisi Muslim Moro menjadi baik dengan bergantinya penjajah. Berbagai pembantaian, penindasan, intimidasi, pelecehan, dan kesukaran hidup lainnya, terjadi selama Philippina dijajah Amerika Serikat.

Tahun 1946, Philippina di"merdeka"kan AS. Namun, minoritas Muslim Moro, suatu sebutan untuk penduduk migran, atau penduduk dengan kuantitas kecil dan spesifik, atau entitas penduduk yang dipaksa bergabung dengan kelompok besar, tetap saja tidak seketika merdeka. Mereka harus terus berjuang untuk memunculkan identitas dirinya. Namun kemerdekaan yang diraih Philippina mempunyai nilai tambah plus minusnya.

Pertengahan abad 20, hubungan Muslim dengan dunia Islam, dilakukan melalui masyarakat Muslim Asia Tenggara, semisal Malaysia-Riau Indonesia (puak Melayu), Thailand (Pattani), dan atau Brunei Darussalam. Tetapi setelah terlepas dari AS, hubungan Muslim Moro dapat langsung terjalin ke pusat Islam di Timur Tengah. Apalagi setelah pulau Mindanao dan Sulu menjadi bagian dari Republik Philippina. Pengaruh aliran reformis Mesir dan Pakistan mulai masuk ke Philippina. Nama-nama Muhammad Abduh, Jamaluddin Al Afghani, Sayyid Quthub, Abul A'la Maududi, dan pemikir lainnya.

Adalah Selamat Hashim, pendiri MILF (Moro Islamic Liberation Front) yang ikut terpengaruh terhadap gerakan reformis Sayyid Quthub dan Abul A'la Maududi. Pada awalnya MILF berusaha mengubah nasib Muslim Moro dengan cara-cara damai.i Tetapi akhirnya perlawanan bersenjata terpaksa dilakukan. Muncullah MNLF (Moro National Liberation Front) yang memperjuangkan perlawanan bersenjata.

Hubungan terjalin itu sangat menguntungkan Muslim Moro. Tahun 1970-an, ketika terjadi pembantaian yang dilakukan pemerintah Manila, Libya langsung bereaksi dan membawa permasalahan Muslim Philippina ke forum OKI (Organisasi Konferensi Islam).

Perlawanan MNLF mereda setelah Manila tahun 1975 berusaha menegosiasikan tuntutan MNLF. Setahun kemudian dicapai kata sepakat, dikenal dengan Kesepakatan Tripoli, mengikat MNLF untuk menerima hak otonomi terbatas. Manila hanya memberikan otonomi di bidang pendidikan dan pengadilam, tidak di bidang pertahanan dan keamanan (militer) dan politik luar negeri yang masih dipegang oleh pemerintah Manila. Otonomi itu diberikan kepada 13 propinsi, yaitu Basilan, Sulu, Tawi Tawi, Zamboanga del Sur dan Del Norte, Cotabatu Utara-Selatan, Maguindanao, Otoritas Sultan Kudarat, Lanao Sur-Norte, serta Palawan.

Selain perlawanan bersenjata, Muslim Moro juga berjuang dengan cara damai di bawah pengawasan PBB. Dikenallah istilah Moro People's Consultative Assembly, yang dilakukan dengan cara rapat raksasa, dihadiri lebih satu juta Muslim Moro. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan mendirikan pemerintahan Bangsa Moro yang mandiri. Rapat raksasa ini dilakukan berkali-kali, antara tahun 1999-2001. Itu terjadi di Cotabato City dan Davao City (23 Oktober 1999), Marawi City (24 Oktober 1999), dan di Basilan (7 Desember 1999). Juga terjadi rapat raksasa lainnya tahun 2001 yang dihadiri 2,5 juta orang. Pada intinya, rapat-rapat massa yang besar itu menginginkan pemerintahan sendiri, sembari menolak otonomi terbatas dari hasil Kesepakatan Tripoli. Ferdinand`Marcos pernah berusaha mencederai Kesepakan Tripoli itu secara halus, yakni berusaha memindahkan penduduk beragama Kristen ke 13 provinsi tersebut. Setelah cukup banyak penduduk beragama Kristen di 13 provinsi Muslim Moro itu, diadakanlah referendum untuk memberikan hak otonomi khusus.

Kita dan Bangsa Moro

Mencari akar permasalahan pada Bangsa Moro Philippina adalah hal yang paling penting untuk dilakukan dan dicari jalan keluarnya. Celakanya, hubungan Muslim Moro dengan pemerintah Manila dalam banyak kasus berarti konfrontasi dan tuntutan keinginan merdeka. Muslim Philippina, Bangsa Moro, meyakini bahwa mereka harus memperjuangkan jaminan hidup dan keamanan mereka, hidup sesuai dengan nilai-nilai yang mereka yakini, memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib, inilah yang terus diperjuangkan mereka.

Kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim, berharap perjuangan itu menemukan titik kulminasinya. Selain itu harapan tersebut disebabkan kita itu dipersaudarakan oleh nilai-nilai Islam, tidak lebih dan tidak kurang dari itu.

SAHABAT

Apa yang kita alami demi persahabatan
terkadang melelahkan
menjengkelkan
namun ia menjadi berarti
menjadi indah tak ternilai

Persahabatan adakalanya menjadi cobaan hidup
terkadang mengatasi cobaan itu
dan tumbuh bersamanya

Persahabatan tidak semena-mena terjadi
ia butuh proses yang panjang
seperti pandai besi yang berusaha menajamkan sebilah pedang
ia saling menajamkan
suka duka, dihibur disakiti, diperhatiakan dikecewakan, didengar diabaikan, dibantu ditolak
semua tanpa tendensi dan kebencian

Persahabatan tidak sembunyikan kesalahan untuk hindari konflik
dengan empati ia berani menegur apa adanya
tidak membungkus pukulan dengan ciuman
ia katakan hal yang menyakitkan sekalipun
agar sahabatnya mau berubah

Persahabatan butuh usaha
dipelihara
setia
bukan saat kita butuh bantuan
barulah muncul motivasi

Selasa, 24 Maret 2009

GOLPUT? JANGAN, DONG........!

Pengantar

Golput jadi menarik setelah MUI mengharamkannya. Ada kekhawatiran terhadap orang-orang yang tendensius menentang fatwa ini. Dilain fihak, ada yang beruntung bila umat Islam yang mayoritas di negeri ini ikut-ikutan golput. Sebenarnya bagaimana kita seharusnya menyikapi golput? Di bawah ini akan dipaparkan hal-hal yang perlu difikirkan untuk diwaspadai dan diantisipasi mengenai fenomena golput.

Ilustrasi Golput

Golput terjadi pada pemilu (legistatif dan presiden /wakilnya) dan pilkada. Sesungguhnya para golput ini adalah orang-orang yang tidak puas dengan situasi dan kondisi yang ada, serta terhadap orang-orang dan partai yang akan dipilih. Sebagian golput lainnya adalah orang-orang yang ikut-ikutan dan orang-orang yang terprovokasi oleh fihak-fihak tertentu agar berlaku golput.

Sekarang mari kita kalkulasi sembari berandai-andai. Richard (40 th), adalah calon pertama yang bertarung dalam pemilu, ber-KTP Islam, suka judi, mabuk dan main perempuan. Calon ini didukung oleh gabungan Islam KTP dan orang nonislam, katakanlah berkekuatan 1000 orang. Badu (45 th), calon kedua, orang Islam yang terkadang lalai berislam tapi berakhlak baik, anti judi dan miras serta tidak menyukai apa saja yang berbau maksiat. Calon ini didukung oleh 750 orang. Kemudian kelompok terakhir adalah Golput yang sebenarnya punya hak pilih, Islam idealis dan menghendaki segala sesuatu berdasarkan aturan Islam. Jumlah kelompok ini adalah 500 orang. Mereka tidak memilih.

Pemilu berlangsung. Segala trik dilakukan. Segala tipudaya dijalankan. Pemilu selesai, Ricahrd menang. Pesta kemenangan berlangsung. Jaipongan semalam suntuk. Penonton bebas mabuk dan memakai narkoba. Waktu berjalan, diskotik, rumah bordir, warung remang-remang ada dimana-mana. Tempat judi dan mabuk ada disetiap sudut kampung. Gerakan penyesatan dan pemurtadan menemukan lahannya. Akidah masyarakat merosot, moral jatuh pada titik terendah, masjid dan surau sepi dan kampung menjadi tidak aman. So, siapa yang paling bertanggung jawab?

Para Golput adalah orang paling bertanggung jawab. Mereka dapat mencegah Richard tidak terpilih dalam pemilu itu. Mereka tidak berfikir logis, mengabaikan hati nuraninya dengan jujur, tidak dapat obyektif, terpengaruh oleh provokasi yang menganjurkan golput. Tentu, mereka telah mengabaikan kewajibannya dalam pemilu dan bukan hanya sekedar hak saja.

Memilih Pemimpin Islam, Antara Hak dan Kewajiban

Pemerintah telah menyatakan dalam perundang-undangan bahwa setiap warga negara punya hak untuk memilih dan dipilih. Tetapi bagi bagi orang Islam, pemilu adalah wajib secara syariah. Dalam ilustrasi di atas, betapa pemilu untuk memilih pemimpin menjadi penting bagi kita. Kita bisa memilih pemimpin dengan kriteria yang memang terpampang di lapangan. Pertama, pilih yang terbaik dari calon(-calon) yang paling baik. Kedua, pilih yang baik dari yang baik dan buruk. Ketiga, pilih yang mendingan di antara yang buruk.

Orang mendudukkan kasus golput di lapangan dengan beberapa keadaan. Pertama, pengikut golput karena menolak sistem yang dipakai oleh negeri ini (dalam hal ini adalah sistem demokrasi). Kedua, golput muncul karena adanya barisan sakit hati. Kelompok ini muncul karena sakit hati oleh partainya atau pemerintah yang berkuasa sekarang. Ketiga, kelompok golput yang ikut(-ikutan) terprovokasi oleh kelompok tertentu. Tujuan adalah untuk mengurangi jumlah pemilih dari kelompok agama tertentu. Atau, ikut merasa gagah karena telah menjadi golput.

Sejak berakhirnya sistem diktator di negeri ini, orang Islam Indonesia dihadapkan kepada tiga pilihan. Pertama, memilih sistem Islam. Ini sudah dilakukan dengan berbagai cara dan jalan serta akan berlanjut terus. Kedua, masih mau melanjutkan sistem diktator. Belakangan suara-suara keinginan ini mulai marak terdengar. Mereka beranggapan bahwa kualitas kehidupan jauh lebih baik pada waktu zaman diktator ketimbang hidup zaman sekarang. Ketiga, sekarang harus hidup pada zaman demokrasi.

Dalam memilih pemimpin, orang Islam Indonesia harus cerdas berfikir dan bertindak. Kita menyadari bahwa kuantitas belum menjamin mewujudkan keinginan. Tetapi dengan kualitas seadanya, juga memayahkan perjalanan kita. Ada juga sebagian kita merindukan kehidupan yang lalu. Padahal, jelas bahwa sistem itu (diktator) adalah musuh kemanusiaan.

Saat ini kita berada di alam demokrasi dengan segala kekurangan dan keburukannya. Inilah alternatif yang sedang kita hadapi. Kepemimpinan di negeri ini harus berlanjut. Kita tidak ingin negeri ini dikuasai oleh gerombolan yang saling bunuh. Kita tidak juga ingin seperti Somalia, menjadi sarang bajak laut. Sistem yang sedang berlangsung, bolehlah kita sebut dalam kondisi darurat. Bila kita berada pada kondisi ini, tidaklah perlu mempersoalkan hal-hal yang tidak perlu dipersoalkan. Kondisi darurat bisa digunakan tanpa mempersoalkan bagaimana, kenapa, dan kok begini sich.

Ketika kita terpaksa memakai sistem demokrasi, jangan lagi mempersoalkan cara memilih pemimpin, jangan keheranan dengan cara memilih wakil rakyat. Kita faham betul bahwa menerima Islam harus kaffah. Tetapi mengamalkan Islam tidak harus 100%. Sesuaikanlah dengan kesanggupan. Bukan muslim seseorang bila menolak ibadah haji, meski rukun Islam lainnya dijalankannya. Namun seseorang Islamnya telah sempurna meski orang itu tidak pernah melaksanakan zakat dan haji (karena tidak mampu), sedangkan ia menerima seluruh rukan Islam. Kita boleh mengamalkan Islam seberapapun yang kita sanggup. Bahkan pada batas minimal sekalipun jika kesanggupannya hanya sebatas itu.

Dalam perjuangan mencapai sesuatu, katakanlah sistem Islam, maka perjuangkanlah sampai batas yang disanggupi. !00%, sangat bagus. 5%, bukan masalah. Jangan pernah berkata untuk apa 5%; kita mau yang 100%. Berfikir dan prinsip seperti itu tidak diajarkan Islam. Bila seluruhnya tidak bisa dicapai, maka tidak boleh ditinggalkan semuanya.

Tahun 1998 berlangsung pemilu di Jerman. Ketika itu Jerman dipimpin oleh Partai Kristen panatik. Partai dan capem semuanya nonmuslim. Ketika itu banyak beredar fatwa yang mengharamkan ikut pemilu. Seorang teman justru melawan fatwa itu dan menganjurkan umat Islam menggunakan hak pilih. Tahun itu, Sozial Demokratische Partei Deutschland (DSP), memenangkan pemilu. Partai ini toleran terhadap Islam dan pemerintahannya memberikan hak-hak kepada umat Islam. Sekolah di Jerman dibolehkan memiliki guru yang mengajarkan agama Islam, padahal sebelumnya para murid Islam terpaksa mengikuti agama Kristen. Mendirikan masjid lebih dipermudah. Saat itu umat Islam langsung merasakan manfaatnya.

Cerdaslah Berfikir dan Bertindak

Kita tentu faham bahwa umat Islam belum mampu memperjuangkan Islam yang 100%. Tetapi bila ada sarana yang kurang dari 100%, maka prosentase itu harus diperjuangkan. Bila umat Islam ramai-ramai dan terprovokasi menjadi golput, maka kita secara langsung ikut melestarikan kekuasaan partai yang selama ini telah merampas hak-hak umat Islam. Janganlah berprinsip harus Islam 100% atau tidak sama sekali. Pergunakanlah anugerah akal yang telah disematkan Allah SWT pada diri kita.

Perjuangan itu bisa kita pakai untuk mencegah capem (calon pemerintahan) yang fasiq, yang tidak peduli terhadap kerusakan akhlak dan akidah umat. Kita cegah kemenangannya meskipun harus memenangkan capem buruk tetapi tetapi tidak separah capem yang fasiq itu.

Muslim yang golput sejatinya telah menggembosi capem dan dalam waktu bersamaan telah melapangkan jalan bagi capem fasiq dan kafir. Dengan perilaku golput, mereka telah sukses menghantarkan capem fasiq dan kafir ke kursinya, dengan ikhlas, sukarela, tanpa imbalan apapun.

Ada cerita teman mualaf yang patut kita renungkan. Dia membeberkan strategi yang dilakukan oleh kelompok kafirnya yang sesungguhnya minoritas, namun dapat memenangkan capem. Pertama, mereka kompak memilih satu calon saja sehinga suara tidak pecah. Kedua, mendekati tokoh-tokoh Islam, membantunya ikut bursa pencalonan dengan tujuan suara orang Islam terpecah. Ketiga, aktif mendekati kaum minoritas lainnya atas dasar kesamaan nasib sebagai kaum minoritas. Keempat, mendekati kaum Islam abangan agar mau mendukung mereka. Kelima, membeli suara orang-orang Islam yang tidak punya prinsip (waktu itu sistem yang dipakai tidak seperti sekarang). Perjuangan itu membuahkan hasil. Merekan memenangkan capemnya. Lalu mereka tempatkan kader-kadernya pada posisi strategis.

Golput sangat menguntungkan orang lain untuk menguasai negeri mayoritas Muslim ini. Setelah capemnya terpilih, maka dengan leluasa mereka akan menghancurkan akhlak dan akidah umat bahkan melakukan pemurtadan. Boleh golput, tetapi dengan 2 (dua) keadaan. Pertama, semua capem baik sehingga mau golput atau tidak, bukan persoalan. Kedua, semua capem buruk sehingga siapapun yang terpilih akan menyusahkan dan menyengsarakan umat Islam. Tapi saya tidak ingin membuat fatwa bahwa golput itu haram atau halal. Berfikirlah.

Senin, 09 Maret 2009

BAHAYA KHAMAR

Khamar telah dikenal sejak ribuan tahun sebelum penanggalan Tahun Gajah. Mabuk-mabukan menggunakan khamar telah ada sejak masa kehidupan kaum 'Ad, Tsamud, Iram, Khaldan, Mesir Purba, Arab Purba, bahkan telah ditenggak orang sebelum lahirnya Nabi Nuh as. Dalam cerita Mesir Purba, orang-orang percaya bahwa khamar punya tuhan (dewa). Dalam kepercayaan bangsa Persia, dikenal tokoh "Haumu" yang diper¬caya sebagai penguasa khamar. Lalu pada bangsa Khaldan, ada kepercayaan kepada "Khamrah" sebagai penjaga penenggak khamar. Sedangkan pada kepercayaan Hindu, dikenal tokoh "Sum" (sebagai dewa) yang dianggap sebagai pembawa arak untuk keperluan pemujaan.

Khamar itu ada dua jenis. Pertama, khamar basah yang dikenal dengan istilah "Habiz" dan sejenisnya. Unsur khamar basah terdiri dari air, api (panas), ragi, afun (unsur penyebab terjadinya fermentasi), dan uap alghul (alkohol). Istilah alghul berasal dari bahasa Arab Purba, untuk menyebutkan suatu hantu yang sangat mengerikan pada kepercayaan masyarakat ketika itu. Alghul (alkohol) dan sebagian zat lainnya yang terkandung di dalamnya dipercaya sebagai saripati khamar dan zat yang menyebabkan orang mabuk. Kedua, khamar kering yang dikenal dengan istilah "Hasyisy" dan sejenisnya.

Khamar penyebab mabuk itu bermacam-macam. Ada yang kadarnya ringan dan ada yang kuat. Yang mabuknya ringan disebut "Ji'ah", sedangkan mabuknya berat disebut "Delfah". Namun ringan berat mabuknya, Nabi saw melarangnya.

"Minuman apapun jika banyak menyebabkan mabuk, maka dalam jumlam sedikitpun tetap diharamkan" (HR At Tirmizhi).

"Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: Rasulullah saw telah melarang kami minum dubbaa, hamtam, naqir, juga melarang kami minum ji'ah" (HR Tirmizhi dan Ibnu Majah).

Ada hadits riwayat Imam Tirmizhi dan Ibnu Majah, Rasulullah saw melaknat 10 pihak yang terlibat dalam pembuatan khamar. (1) pekerja (buruh), (2) majikan dan (3) distributor, (4) Peminum, (5) Pembawa, (6) yang menuangkan, (7) Penjual, (8) uang hasil penjualan, (9) Pembeli, (10) dan yang minta dibelikan.

Melihat mata rantai khamar itu, kita dilarang mengadakannya, apalagi melestarikannya. Larangan ini bukan bukan main-main. Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah saw juga melarang kita duduk pada acara yang di dalamnya ada khamar.

Manfaat dan Akibat Khamar

Wujud fisik dan akibat yang ditimbulkannya ada bermacam-macam. Khamar basah lebih lunak akibatnya dari khamar kering. Ada khamar kering dengan akibat 90 kali lebih kuat dari khamar basah. Pada khamar basah, jika uap alghul (alkohol)nya menguap, maka cairannya akan berbau apak. Sedangkan unsur afun akan mengubah khamar basah menjadi cuka. Proses pencukaan ini tidak disengaja. Namun Rasulullah saw melarang menggunakannya. “Laa” (tidak boleh) jawab Rasulullah Saw ketika ditanya tentang cuka tersebut.

Khamar basah dari perahan anggur disimpan di tempayan. Agar efek kerasnya muncul, perahan itu dikubur di pasir. Ada juga khamar basah yang dibuat dari buah delima, kurma, dan buah-buahan yang banyak airnya dan manis. Ada juga yang dibuat dari biji-bijian yang diberi ragi, atau dari jenis akar, umbi dan lain-lain.

Di Madinah, masa Rasulullah saw, orang-orang hanya minum air perahan buah kurma. Ketika itu di Jazirah Arabia dikenal beberapa bahan dasar pembuatan khamar, misalnya dari anggur, kurma, gandum dan sya'ir (sejenis gandum). Kemudian Allah SWT mengharamkannya (HSR Muslim).

Khamar kering umumnya terbuat dari tumbuhan. Misalnya dari daun hasyisy; dari pohon dan bunga candu (ganja) yang dikenal dengan nama "bawawir"; dari buah muq; dari pohon, daun, buah, akar dan getah pohon delfah; dari sejenis jamur yang tumbuh pada kotoran hewan; dari rumput khamrah; dari cendawan Hindu; dan lain-lain.

Meminum khamar basah bertujuan untuk menenangkan pikiran dan menghangatkan tubuh, atau untuk melarutkan obat, maka untuk khamar kering penggunaannya dengan banyak jalan. Ada yang sambil berbaring-baring dihisap dengan menggunakan cangklong panjang sampai orang tersebut melayang-layang. Ada yang ditaburkan pada luka yang sengaja dibuat oleh pecandunya. Ada yang seperti permen yang berasal rasanya asam, kemudian dikunyah. Orang tersebut teler, hilang akal dan tertidur.

Manfaat khamar memang disebutkan di Al Quraan, namun bahayanya sangat besar dan berganda. Ada yang memanfaatkannya untuk penenang pikiran, pelakur (pelarut) obat agar tahan lama, penghangat tubuh, dan sebagainya. Padahal Rasulullah saw telah memperingatkan dengan larangan yang sangat jelas.

"Mereka bertanya kepadamu perkara khamar dan judi. Katakan bahwa kedua barang itu ada dosa besar. Memang ada manfaat bagi manusia. Dan (ingatlah), dosanya lebih besar daripada manfaatnya" (QS Al Baqarah 219).

Wa'il Al Hadlrami berkata bahwa Thariq bin Suwaid pernah bertanya kepada Nabi Saw tentang khamar sebagai obat. Ternyata beliau bersabda: "Itu bukan obat, melainkan penyakit!" (HR Muslim dan Abu Daud).

"Siapa saja yang berobat dengan khamar, maka Rabbmu tidak akan menyembuhkan orang tersebut" (HR Abu Naim).

"Bahwasanya Allah tidak akan menjadikan kesembuhan dengan sesuatu yang telah Dia haramkan atasmu" (HR Bukhari).

"Semua yang memabukkan itu adalah khamar, dan semua khamar itu haram" (HSR Muslim).

Mabuk khamar itu tidak seperti orang minum racun yang mematikan, bukan seperti orang makan ikan laut beracun. Tetapi mabuk khamar itu sifatnya penuh khayalan, hilang ingatan yang waras, mengucapkan sesuatu sekenanya (ngawur) dan segala rahasia acapkali diumbar, berjalan terhuyung-huyung, mata merah memburam berkunang-kunang, lemah lunglai, dan kemudian pingsan tak sadarkan diri. Konon, ia bermimpi indah sehingga ia menikmati keindahan yang khayali. Demikian yang biasa terasa.

Bagi pemula, seteguk khamar membuatnya pusing tujuh keliling atau mabuk seketika. Namun bagi peminum kelas berat, sepuluh tegukan bukan apa-apa. Kian lama ia menenggaknya, kian merasa lebih kuat dan lebih bangga, sehingga ia terus menambah tegukan dan semakin gila. Sebab, khamar itu telah memperbudaknya dan kerusakan yang ditimbulkannya akan semakin hebat.

Bahaya khamar itu telah diketahui sejak lama. Pada masa Babilonia, Raja Hamurrabi telah menuliskan pada batu bersurat hukuman bagi penjual arak anggur gelap, yaitu hukuman mati.

Ribuan penyakit menanti bagi peminum dan penghisap khamar, mulai yang ringan sampai menyebabkan ia ditakdirkan tidak ada harapan untuk hidup. Hal pertama yang terkena adalah rusaknya selaput lendir (mukosa) pencernaan. Lambungnya rusak, kemudian kantung empedu dan hati. Selanjutnya merusak ginjal. Rusaknya organ ini merusak pula sistem filtrasi darah. Akibatnya lemahlah syarafnya, hancur sel-sel darah merah, merangsang kerja jantung lebih keras yang menyebabkan denyutnya tidak teratur, mengganggu kerja otak, ketidakseimbangan berpikir, perilakunya seperti orang gila. Akibat lainnya adalah muncul kanker ganas pada organ-organ yang dirusaknya, dan lumpuh total, lalu bersiap menanti kematian yang mengerikan. Kanker akibat khamar kering antara lain burqul (kanker)darah, darahnya menghitam, amis dan busuk. Ada burqul otak, tenggorokan, paru-paru, ginjal, jantung, dan burqul lainnya.

Keadaan penghisap khamar (kering) antara lain, ia takut air (hidrofobi), kurus kering karena lemaknya habis terbakar. Jika kebutuhan terhadap khamar tersebut mulai mendesak-desak sedangkan ia tidak punya uang, maka tak jarang ia menjadi penjahat, merampas milik orang, bahkan bisa menjadi pembunuh. Khamar juga menyebabkan orang baik menjadi penjahat. Atau, cerdas menjadi pandir dan pemalas. Kerusakan lain akibat khamar kering adalah timpang berpikir, menjadi gila, kuduk dan kakinya menghitam dan membusuk. Seorang thabib harus memotong kakinya, karena dikhawatirkan membusuk dan menjalar ke jantung. Ia bisa lumpuh total, usia menjadi pendek, dan dari mulutnya keluar cairan hitam yang berbau busuk.

Wanita pecandu khamar dan ia hamil, maka besar kemungkinan kandungannya akan gugur. Kalau janinnya itu masih kuat bertahan, maka kemungkinan lain adalah membawa cacat waktu lahir. Bayi itu biasanya mudah dijangkiti penyakit kulit yang sukar sembuh (semacam eksim), perut buncit, keras dan tubuhnya lemah.

Bagaimana dengan Rokok?

Awalnya, tembakau dibawa penjajah Spanyol yang Nashrani dari jajahannya di Amerika Selatan mereka bawa dari pelabuhan ke pelabuhan yang disinggahinya. Awal orang yang menghisapnya, ia muntah-muntah seperti orang mabuk. Namun kemudian ia merasa nikmat khayali. Perbuatan ini ditiru, menyebar dan menjadi kebiasaan.

Pada masa Islam, banyak ulama Nejd berpendapat bahwa tembakau itu haram. Mereka mengidentikkannya dengan khamar kering. Mereka melihat bahwa akibat yang ditimbulkan tembakau itu sama dengan khamar kering, yaitu menghancurkan lemak tubuh. Orang menjadi kurus, mendatangkan burqul. Awalnya mabuk, akhirnya jadi pecandu. Allah SWT berfirman:

“Khamar, judi, berhala, undian, semua itu rijsun dan amalan syaitan” (QS Al Maidah 93).

“Akan datang suatu saat nanti ada orang yang menghalalkan khamar dengan cara memberi nama yang lain" (HR Ahmad).

Memang ada sebagian ulama berpendapat bahwa tembakau itu sama dengan racun. "Racun tidak sama dengan khamar". Kata mereka tembakau tidak sampai mengubah akal, hanya mabuk biasa, sama dengan mabuk karena racun. Lantas mereka menjatuh¬kan hukumnya sebagai "makruh", yang mirip dengan pengqiyasan (bau) bawang. Namun alasan ini kurang tepat. Sebab, Allah SWT berfirman:

"Janganlah kamu campakkan dirimu kepada kebinasaan" (QS Al Baqarah 195).

Dapatkah disebut makruh orang yang sengaja minum racun untuk mencari kenikmatan? Bolehkan kita mengganggu orang lain dengan asapnya yang mengandung racun itu? Khasiat apa yang terkandung di dalam tembakau itu sehingga harus dipertahankan untuk dihisap.

Saran Bagi Pecandu Khamar

Pengobatan rehabilitasibagi pecandu khamar memang susah untuk dilaksanakan, apalagi bila kecanduannya sudah karatan (pecandu kelas berat). Tetapi bagaimanapun karatannya, bila ia ingin sembuh total, sekurang-kurangnya ia harus menetapkan niatnya untuk berubah. Selain menghilangkan akibat buruk karena kecanduan, ia harus minum air jernih banyak-banyak begitu bangun tidur. Pecandu harus banyak beristirahat, tidur yang cukup, dan terakhir mintalah saran dari thabib (dokter).

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Suatu hari, bu Darmi, salah satu pasienku, datang dengan perasaan tidak menentu ke klinik. "Pak dokter", katanya, "tolong periksa jantung saya".

Ibu Sudarmi memang pasien tetapku. Ia biasanya memeriksakan kondisi depo asam uratnya yang menumpuk di sendi-sendi tubuhnya. Dengan stetoskop, jantungnya kuperiksa detaknya. Memang ada sedikit percepatan pada detaknya (takhikardia).

"Jantung ibu baik-baik saja", kataku, "belum copot", aku bergurau. "Hanya saat ini ibu sedang kaget saja", kataku. "Tidak apa-apa", kataku untuk menenangkannya. Lalu bu Darmi tanpa kuminta lantas bercerita.

Pagi itu, sekitar jam delapan, dia dicandai seorang tetangganya. "Saya sedang beres-beres pot bunga ketika itu", kata bu Darmi.

"Nah, begitu, yang rapi, supaya pak Kirman senang", ujar tetangga tersebut. Pak (Su)kirman adalah suami bu Darmi. Kemudian si bapak setelah basi-basi bertetangga, bla-bla, berlalu dari depan rumah. Eh, tahu-tahu jam sepuluh pagi, dari pengeras suara masjid, ada pengumuman yang isinya menyebutkan bahwa si bapak tersebut telah meninggal dunia. Jelas saja bu Darmi kaget bukan kepalang. Itu sebabnya dalam suasana terkejut beliau datang ke klinik.

"Kemungkinan bapak tersebut ada gangguan pada jantungnya. Mungkin ada serangan jantung akibat organ tersebut tersumbat", kataku menjelaskan. Setelah dijelaskan panjang lebar, bu Darmi pulang dengan tidak membawa galau di hatinya.

Sebenarnya apa yang terjadi pada si bapak itu sudah sering kita dengar. Ada seorang insan yang memang sudah waktunya dijemput malaikat maut dengan cara demikian. Rutinitas kehidupan yang wajar, sebenarnya. Hanya karena maut menjemput dengan tiba-tiba, maka hal tersebut menjadi berita seantero komplek perumahan bu Darmi.

Inilah penyakit yang sering disebut ahli jantung sebagai serangan penyakit Jantung Koroner. Ini biasanya disebabkan oleh adanya penyumbatan athroma (berupa plak pada pembuluh darah jantung). Untuk jelasnya bisa dilihat pada gambar zoom pembuluh darah di bawah tulisan ini. Plak tersebut terletak pada dinding bagian dalam pembuluh darah korone
r jantung.

Jantung berfungsi memompa darah yang kaya oksigen paru ke seluruh tubuh. Bila otot jantung kekurangan oksigen, maka kemampuannya berkurang. Ia tidak mampu memberi oksigen kepada organ-organ tubuh sesuai kebutuhan. Inilah kondisi yang disebut payah jantung.


Bila pembuluh darah koroner jantung tersumbat mendadak dan tidak segera digantikan fungsinya oleh pembuluh darah koroner yang lain, maka otot jantung akan mati. Gejala yang muncul akan tergantung berapa persen penyumbatan yang terjadi. Penderita akan merasakan nyeri dada (Angina pectoris) yang terus ada. Tetapi ada kalanya muncul nyeri dada yang tidak stabil (Unstable Angina pectoris). Bila suplai oksigen sangat berkurang dan bahkan tanpa suplai sama sekali, maka akan menyebabkan matinya sebagian otot jantung (Infark Myocardium). Bahkan orang dapat mati mendadak akibat serangan jantung.

Faktor penyebab penyumbat yang disebut faktor resiko mempunyai 2 (dua) tingkatan. Ada yang penyebab utama (Mayor), yaitu para perokok, penderita darah tinggi dan kencing manis, kholesterol tinggi, serta adanya faktor keturunan.


Penyebab sampingan (Minor) umumnya dalam bentuk
kegemukan (obesitas), kurang olah raga/ fisik (Sedentary), pekerjaan dan suasana stress yang berkepanjangan, umur yang semakin tua dan pemakaian obat-obatan tertentu (jenis steroid) dalam waktu lama.

Bila Jantungnya Sudah Menyumbat


Orang yang jantungnya belum tersumbat, ia harus memahami faktor resiko apa saja yang perlu dan bisa dihindari. Namun bila sudah terkena, maka harus disiplin berobat terapi fisik secara khusus.


Dengan memahami bahwa penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) merupakan proses pengobatan yang berkelanjutan, maka diperlukan beberapa komponen terapi seperti pendidikan kesehatan, bimbingan tentang pola makan dan metabolisme tubuh, serta bimbingan psikologis untuk membantu penyembuhan pasien.
(dari berbagai sumber)

BILA KARTINI BERDAKWAH

Pengantar

Bagaimana jika Kartini tempo doeloe ikut berdakwah seperti yang dilakukan oleh Muslimah sekarang? Pertanyaan ini penting untuk melihat sejauhmanakah keterbatasan ruang gerak mereka. Kalau RA Kartini merupakan wanita pertama yang berani menggugat agar teks Al Quraan bahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, maka peran apa yang bisa disumbangkan oleh Kartini masa kini? Wajibkah Kartini era kini mengemban dakwah seperti yang dilakukan oleh kaum bapak?


Wanita (tidak) Sama dengan Pria


Taklif (beban) hukum syara' dibebankan kepada laki-laki dan wanita. Apabila diserukan: "Hai orang-orang yang beriman", maka seruan itu bersifat umum untuk lelaki dan wanita. Tak perlu ada seruan khusus: "Hai kaum wanita yang beriman".


Walaupun banyak seruan yang bertebaran di dalam Al Quraan dan Sunnah Rasul yang berbentuk muzhakkar (khusus untuk pria), namun dalam kaidah bahasa Arab, seruan itu juga ditujukan kepada kaum ibu. Namun tidak sebaliknya.

Ada beberapa hukum dikhususkan bagi kaum bapak karena ada qarinah (indikasi) yang menerangkan bahwa hukum itu bukan untuk kaum ibu. Contohnya, lelaki adalah pemimpin bagi wanita; tidak sebaliknya. Lelaki memberikan mahar dan nafkah, serta di tangannya ada kewenangan akad talak. Tetapi 'iddah mati dan talak hanya berlaku bagi wanita saja. Aurat dan kesaksian wanita berbeda dengan laki-laki. Wanita terputus shalat dan shaumnya ketika haid, lelaki tidak. Juga, ada perbedaan dalam hal bagian dari hak waris antara laki-laki dengan wanita. Demikianlah keadaannya. Lalu, bagaimana peran Muslimah dalam mengemban dakwah Islam?


Memang Terbatas


Aktifitas berdakwah bagi Muslimah bukanlah perbuatan yang terpisah dan berdiri sendiri. Bahasan ini tidak cukup dengan cara mencari pembenaran dari sudut dakwah wanita saja. Tetapi ia harus dilihat dari semua kumpulan perbuatan yang berkaitan dengan kedudukan wanita, antara lain kedudukan perempuan di dalam keluarga, masyarakat dan negara, batas-batas hubungannya dengan kaum laki-laki, dan sebagainya. Dengan demikian, dakwah bagi kalangan wanita telah ada batas dan dibatasi oleh sejumlah hukum syara' yang khas dan wajib baginya.

Di bawah ini ada beberapa hal yang sama dilakukan bagi laki-laki dan wanita, yaitu: (1) beriman dan memperhatikan tentang halal-haram; (2) menuntut ilmu mengenai hukum syara yang menyangkut urusan dan perbuatan kaumnya; (3) beraktifitas dalam amar ma'ruf nahyi munkar, sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya; (4) mengoreksi tingkah laku penguasa; (5) mengajarkan hukum-hukum Islam dan memerangi berbagai bentuk pemikiran kufur dan sesat; (6) membentuk dan atau bergabung dalam kelompok dakwah untuk berusaha melanjutkan kehidupan Islam bagi umat Islam.


Itu ketentuan umum bagi dua jenis kelamin anak manusia Muslimin. Ini pulalah titik persamaan di antara keduanya.

Namun demikian, kita akan mendapatkan keadaan khusus bagi wanita, yang sekaligus sebagai pembatas gerak mereka, yaitu antara lain: (1) tidak boleh keluar rumah tanpa izin walinya (ayah, saudara lelaki, suami, paman, dan lainnya); (2) tidak boleh mendatangi "tempat-tempat khusus" (rumah, kantor, dan sebagainya) tanpa didampingi oleh nuhrimnya, bila di sana ada lelaki asing yang bukan muhrimnya (butir ini sudah langka diperhatikan); (3) wajib menaati walinya ketimbang pimpinan dakwah yang diikutinya, selama ketaatan itu bukan kemaksiatan.


Tiga butir pembatas gerak dakwah bagi kaum ibu itu tidak lain adalah manifestasi bentuk ketaatan kepada walinya. Bahkan, ketaatan itu tetap mengatasi di atas ketaatan seorang wanita terhadap khalifah /kepala negara, pemimpin jama'ah dakwah, pejabat, pimpinan partai /organisasi Islam).

Demikianlah yang ditunjukkan oleh nash-nash syara' bahwa wanita wajib taat kepada walinya (dalam hal ini ayah atau suami). Kita bisa menjumpai fenomena ini, misalnya:


"Ayah itu menduduki pertengahan pintu-pintu jannah. Karena itu, peliharalah pintu itu kalau kalian mau. Atau, tinggalkanlah ia (tetapi dengan segala akibatnya)".


Menurut Imam Al Baidlawi, Hadits tersebut menerangkan bahwa sebaik-baiknya titipan pelintas masuk jannah dan mencapai derajat yang tinggi bagi kaum wanita adalah mematuhi perintah seorang ayah dan berbuat baik kepadanya. Bahkan di dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Iman Ath Thabari, disebutkan bahwa taat atau maksiat kepada suami (hampir) sama kadarnya dengan taat atau maksiat kepada ayah. Adapun taat kepada suami, Rasulullah Saw menyebutkan:


"Tidak boleh seorang mukminah (wanita beriman) mengizinkan seorang (lelaki) masuk ke dalam rumah suaminya, sementara sang suami tidak menyukai (orang tersebut). Juga, tidak boleh seorang wanita keluar rumah kalau suaminya tidak suka".


Pembatas itu memang ringan-ringan berat. Ia ringan kalau kita yakini kebenarannya. Bisa jadi ia berat bila ia menimpa wanita yang tidak perduli kepada dirinya sendiri. Perlu diingat bahwa aktifitas terpenting dalam mengemban dakwah adalah keterikatan para pengembannya terhadap hukum-hukumNya.

Sesungguhnya keterikatan seperti itu, baik dari pihak kaum bapak maupun kaum ibu, adalah termasuk salah satu kegiatan dakwah untuk merealisasikan Islam. Apabila seorang wanita berpakaian secara syar'iyah, perilakunya islami di lingkungan masyarakat dan keluarganya, serta bangga dengan ide, hukum, adat /kebiasaan yang bernafaskan Islam pada saat menampilkan semua sifat dan ciri Islam di dalam dirinya, tetapi juga membenci adat kebiasaan Barat yang kini mendominasi berbagai aspek kehidupan umat Islam, maka sesungguhnya ia telah menjadi seorang da'iyah (pengemban dakwah), walaupun ia tidak pernah merencanakan demikian. Perilaku yang baik adalah langkah awal dalam berdakwah kepada Islam, khususnya bagi Kartini-kartini Muslimah.


PENGOBATAN AWWAASIN ALKAI DAN AHMAD IBNU RUMAN*

Mengenal Model Pengobatan dan Tokoh Medis Islam Selain Ibnu Sina

Umumnya orang telah mengenal model-model pengobatan, baik yang modern, alami, maupun yang sifatnya perdukunan (kahin). Begitu banyak jenis pengobatan sehingga berbagai alternatif dapat ditempuh dalam rangka untuk berobat, dengan seizin Allah SWT, untuk mencapai kesembuhan. Masyarakat telah mengenal apa itu Akupunktur, Akupressor, berbagai jenis lashah (masase), dan lainnya. Namun, masyarakat belum bahkan mungkin masih asing mendengar pengobatan yang disebut "Awwaasin Alkai".

Apa Itu Awwaasin Alkai?


Pengobatan Awwaasin Alkai (untuk seterusnya disebut Alkai), sesuai dengan perkembangan zaman, terbagi ke dalam dua bentuk, yaitu Awwaasin Alkai lama dan Awwaasin Alkai baru.

A. Awwaasin Alkai Lama

Orang-orang menyebutnya Alkai model lama. Jenis ini tersebar pada thabib-thabib yang berpendidikan rendahan atau sama sekali tidak bersekolah formal. Kebanykan di antara mereka belajar dengan cara mengikuti thabib lain; atau berupa warisan turun temurun. Mereka menggunakan sembarang logam (terbuat dari besi atau tembaga) yang bentuknya kasar dan kotor. Cara yang dilakukan adalah dengan cara mencapkan (menusukkan) besi merah membara pada titik sakit pada bagian tertentu dari tubuh. Model lama ini ada di Mesir sejak zaman Firaun sampai zaman perkembangan Islam. Alkai lama ini juga ditemukan pada ilmu kedokteran Assyiria, Yunani, Romawi, Saba, Persia, dan dilakukan juga oleh thabib-thabib Bani Israel.

Sampai pada zaman Rasulullah saw, Alkai lama masih dipergunakan. Tetapi biasanya dipergunakan untuk pengobatan pada kasus pagutan ular berbisa, kala, dan hewan berbisa lainnya. Abu Thalhah adalah seorang shahabat yang mahir melakukan pengobatan Alkai ini. Namun Alkai bakar merupakan pilihan terakhir manakala ikhtiar seorang thabib telah menemui jalan buntu. Pepatah Persia mengatakan "Akhir pengobatan (Ad Dawa') adalah Alkai". Sampai sekarang Alkai bakar masih dipergunakan di Hadralmaut, Oman, Hijaz, dan pedalaman Irak. Alkai yang sejenis juga ditemukan di Romawi, Kurdistan, Armenia, dan Tibet. Dari sekian cara pengobatan Alkai, metode Alkai yang terkenal adalah metode Irak, Syam, Yaman, dan metode Iskandariah.


Walaupun terlihat seram, pengobatan ini hasilnya memang ampuh. Orang Arab menyebutkan bahwa pengobatan pamungkas yang ditempuh orang biasanya dengan Alkai. Akan tetapi karena pengobatan ini mencacatkan bagian tubuh yang terkena api membara dari alat Alkai (yang terbuat dari logam) dan umumnya menimbulkan cacat seumur hidup, maka Rasulullah saw tidak menyukainya. Beliau bersabda:

"Sesungguhnya pengobatan (untuk mencapai kesembuhan) itu ada pada tiga perkara, yakni minum madu, berbekam, dan mengobati dengan Alkai api. Maka, terlaranglah bagi umatku mengobati dengan Alkai api" (HSR Bukhari).

B. Awwaasin Alkai Baru

Orang-orang menyebutnya sebagai pengobatan Alkai khusus. Jenis ini ada pada thabib-thabib yang mengkajinya pada tingkat menengah dan tinggi, lulusan sekolah tinggi kedokteran. Alat-alatnya halus, beraneka ragam, bersih, dan serta cacat pada alatnya sedikit. Oleh tabib Alkai jenis ini, seorang pasien diperiksa terlebih dahulu. Kemudian dikaji titik penyakitnya dengan mengukurnya dengan teliti, agar tidak salah mengobati. Bila pasiennya berpenyakit jantung yang parah, mereka berikan minuman yang menyebabkan kebal sakit (semacam analgesik atau hipnotikum).

Pada masa pertumbuhan kedokteran Islam, telah dipergunakan alat Alkai baru dalam aneka bentuk, terbuat dari batangan besi yang halus dan khas bentuknya. Selain itu, bagian tubuh yang akan dicap (ditusuk) dengan alat Alkai tersebut, terlebih dahulu dilumasi dengan sejenis cairan obat yang bernama "Al Bats". Dengan cara demikian, bagian tubuh yang dicap tidaklah terasa terlalu panas. Lagi pula, cara ini tidak sampai mencacatkan tubuh (hanya lecet-lecet).

Kemudian cara tersebut disempurnakan oleh Abu Hazem Ibnu Billam Asy Syahrani. Beliau mencoba mencap batangan Alkai ke tubuh pasiennya dengan terlebih dahulu memanaskan batangan tersebut, lalu batang besi itu dicelupkannya ke dalam sejenis obat yang dilarutkan ke dalam minyak Zaitun. Barulah kemudian batangan besi itu dicapkan ke tubuh pasien dengan tekanan yang sedang-sedang saja kadarnya. Ternyata hasilnya bagus dan sama dengan cara di atas. Namun untuk kasus dipatuk ular atau gigitan anjing gila, Abu Hazem tetap mempergunakan Alkai bakar. Di lembaga pendidikan kedokteran, metode Abu Hazem ini turut dikembangkan oleh beberapa orang thabib. Tetapi sebagian besar thabib di lembaga pendidikan semacam ini masih tetap mempertahankan metode Alkai lama (model yang dibakar).


Metode Alkai terus diperbaharui. Api untuk menghangatkan batangan besi kemudian hari diganti dengan cairan obat yang pengobatannya disesuaikan dengan jenis penyakit pasien. Tentu saja cara tersebut memerlukan pengkajian yang lama dan tekun. Hanya satu dua orang thabib saja yang berhasil menguasainya secara baik.

Metode Abu Hazem memang mengawali perkembangan Alkai modern. Kemudian muncullah metoda "Awwaasin Alkai". Awwaasin artinya alat atau perkakas yang umumnya berupa batangan logam (terbuat dari logam mulia), seperti emas, perak, dan yang sejenisnya. Batangan inilah yang dipergunakan untuk menghantarkan cairan obat ke tubuh pasien. Selain itu, alat ini juga dibantu oleh alat-alat lain yang disebut "Tamad Al Aus" (misalnya pinset, skalpel, tang penjepit, dan lain-lainnya).

Awwaasin Alkai berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu anatomi, ilmu penyakit, fisiologi (faal), dan cabang-cabang ilmu kedokteran lainnya. Pada metode pengobatan ini juga dikenal cara mendiagnosa penyakit, rasahan (ramuan, racikan) obat dan terapinya. Metode pengobatan ini Selain juga dilengkapi dengan obat, anestesi, alat bedah, dan lain-lain. Alat suntik juga dipakai dan diberi nama "Aus An Nadlal" (kata Needle; jarum suntik, berasal dari peristilahan Awwaasin Alkai) untuk menghantarkan obat ke tubuh pasien melalui habel-habel tubuh. Habel adalah salah satu unsur tubuh (selain saraf, pembuluh darah, tulang, otot, saluran limfe, yang oleh kalangan kedokteran dan akupuncturis menyebutkannya sebagai “saluran keempat), yang berupa tali-tali yang saling berhubungan di seluruh tubuh. Namun, Alkai ini meredup peran setelah jarum suntik yang ditemukan oleh thabib-thabib bangsa Turki di Istambul, yang di antaranya Abubakar (berasal dari kota Jaks, sebuah tempat dekat kota Istambul), mengambil alih peran pengobatan ini.

Tokoh Awwaasin Alkai


Nama lengkap Ahmad Ibnu Ruman adalah Ahmad Ibnu Ruman Ibnu Natari Abdurrahman Ibnu Ma'shum Ibnu Utsman Asy Syahrani. Ia kurang dikenal namun tak terpisahkan dari model pengobatan Awwaasin Alkai. Orang mengenal nama Ibnu Ruman melalui kitab-kitab karangannya yang jumlahnya terbatas. Hampir semua kitab karangannya khusus dikarang untuk kajian mahasiswa kedokteran. Nama Ibnu Ruman pada lidah Eropah dikenal dengan "Ave Room" atau "Saren".

Menurut cerita seorang sahabatnya, Ibnu Ruman adalah seorang thabib keturunan Persia dan Arab, dan darah Turki dari pihak ibunya. Ia seorang lulusan sekolah tinggi ilmu kedokteran. Lepas lulus, ia mengkaji Alkai yang ia dapatkan dari seorang thabib Hadralmaut. Tetapi kemudian, api pembakar batangan Alkai yang biasanya digunakan, ia ganti dengan cairan obat yang dapat meresap ke dalam tubuh.

Dalam usaha memperbaharui pengobatan ini, ia mengembara ke Afghanistan, Turkistan, dan bahkan sampai ke Negeri Cina. Ia banyak bersahabat dengan bangsa Uigur (Wigu). Karena itu, pengarang kitab "Daht Wa Naht" banyak mengutip fatwanya. Dari Turkistan, ia pernah bersafari ke pedalaman Hindustan sampai Madyadesh.

Riwayat hidup Ibnu Ruman secara lengkap belum diketahui. Sebab ahli sejarah tidak mencatat namanya. Ada beberapa sebab mengapa hal tersebut terjadi. Pertama, ia bukan thabib istana. Kedua, ia dianggap terlalu islami. Tersebutlah bahwa jika ada obat ataupun cara pengobatan yang bertentangan dengan syara, ia langsung menentangnya dengan keras. Di dalam kitabnya, ia menentang penggunaan khamar dalam pangobatan. Juga ditentangnya ilmu kekahinan (dukun), khurafat, takhayul, filsafat dan asas ashabiah (faham kesukuan dan kebangsaan). Ibnu Ruman menyebutkan bahwa ashabiah itu adalah penyakit masyarakat.

Keahlian Ibnu Ruman antara lain dicatat orang adalah: ia seorang dokter, apoteker, biolog, ahli ilmu pengetahuan alam, astronomy, sejarawan, morasses, ahli hadits, dan psikolog. Semua kitab Ibnu Ruman berdalilkan Al Quraan dan Sunnah Nabi saw. Kitab-kitabnya yang masih ditemukan antara lain kitab "Thib An Nafs" yang terdiri atas dua jilid, "Thib An Nabah" yang terdiri atas enam jilid, dan "Awwaasin Alkai" yang terdiri atas delapan jilid.

------
*) Islisyah Asman -- Penulis adalah Dokter Hewan, alumnus FKH-IPB Bogor. Saat ini menekuni pengobatan Awwaasin Alkai.