Minggu, 29 Maret 2009

BANGSA MORO, Perjuanganmu dari Dahulu sampai Sekarang

Pengantar

Ada 4 (empat) periode yang dialami oleh Bangsa Moro, dari dahulu sampai sekarang. Pertama, masa hunian tradiosional. Masa ini, kebudayaan masih mengikuti naluri alamiah. Kedua, masa Bangsa Moro bersentuhan dengan ideologi Islam. Agama ini masuk dengan damai, berinteraksi lewat perkawinan. Ketiga, masa konflik dengan panjajah. Ada 2 (dua) periode yang dialami oleh Bangsa Moro, yaitu masa kedatangan Bangsa Spanyol dan bangsa Amerika Serikat. Keempat, periode intrik dan konflik dengan Pemerintahan Philippina sekarang ini.

Letak Geografik

Philippina merupakan bagian dari Asia Tenggara. Negeri ini memiliki sekitar 7000 pulau besar dan kecil. Luasnya sekitar 300.000 km2. Kawasan ini ditemukan oleh Ferdinand Magellans, seorang pengembara Bangsa Spanyol. Baru 42 tahun kemudian daerah ini dijadikan koloni Spanyol.

Sejak Amerika Serikat memerdekakan negeri ini, bentuk pemerintahannya adalah republik dengan ibukotanya Manila City. Menurut sensus tahun 2005, jumlah penduduknya 97.857.473 jiwa. Mayoritas penduduknya beragama Roma Katholik. Sekitar 5% (4.392.872 jiwa) penduduknya beragama Islam. Jumlah inilah yang disebut Muslims Philippinos, atau disebut juga Bangsa Moro.

Wilayah Bangsa Moro meliputi Mindanao, Sulu, Tawi-tawi dan Palawan. Inilah yang sering disebut sebagai Philippina Selatan. Daerah ini meliputi 23 Provinsi dengan luas daerah 96.438 Km2 (kira-kira 33% dari total keseluruhan Philippina).

Bangsa Moro terdiri dari 13 etnis suku, yaitu Maranao, Maguindanao, Tausuq (Sulu, Suluk, Zolo), Samal, Yakan, Sangil, Bajao, Kalibogan, Jama Mapun, Iranun, Palawanon, Kalagan dan Molbog. Sementara itu suku Tausuq merupakan gabungan dari beberapa suku, yaitu suku, Buranun, Taguimaha, Baklaya, Dampuan dan Banjar. Suku Baklaya dipercaya sebagai suku pendatang dari Sulawesi, Indonesia. Mungkin saja ia adalah suku Bugis dari Sulawesi Selatan. Suku Banjar berasal dari Borneo (Kalimantan), Indonesia. Sedangkan suku Dampuan dipercaya berasal dari Champa (Indochina) yang migrasi ke Philippina dan seluruh Asia Tenggara.

Apa itu Bangsa Moro?


Philippina Selatan disebutkan sebagai tempat tinggal (hunian) tradisional Bangsa Moro. Hunian tradisional ini dimaksudkan adalah bentuk tatanan sosial yang masih asli, belum bercampur dengan budaya asing. Bahkan belum bercampur dengan kebudayaan Islam. Daerah hunian tersebut meliputi Mindanao, Tawi-tawi, Sanga-sanga, Bato-bato, Zamboanga, hunian yang berbatasan dengan Brunei, Malaysia Timur, Kalimantan (Timur) dan Indonesia bagian timur.

Pada tataran tatanan sosial terkecil, dikenal istilah Barangay. Ia merupakan tatanan sosial terkecil, budaya tersendiri dengan wilayah hukum yang khas untuk sekitar 100 KK yang dikepalai oleh seorang Datu (Datuk). Mungkin sekarang bisa dipadankan dengan ketua kampung. Tatacara hidup mereka ini disebut Luwaran. Pada tingkat wilayah yang lebih besar lagi, ada wilayah-wilayah dikuasai oleh kepala suku berupa raja-raja kecil yang tinggal dekat dengan keramaian, misalnya pelabuhan.

Mereka percaya kepada kekuatan alam. Kepercayaan animisme menjadi anutan penduduk. Ketika pengaruh Hindu masuk berupa kedatangan pedagang India, mereka percaya kepada Dewa utama, yaitu Dewa Bathala (Batara). Kepercayaan penduduknya menjadi beragam setelah budaya mereka bersentuhan dengan budaya (lewat pedagang) Cina, Persia dan Arab (Islam).

Islam Masuk ke Philippina

Secara garis besar, Islam masuk ke Philippina dimulai dari abad 11-14 M. Abad 14-15, Islam ada dalam bentuk kekuasaan, yaitu pemerintahan kesultanan. Teori Islam masuk ke Philippina Selatan disebutkan dengan berbagai versi. Ada lewat pedagang. Ada lewat pengembara yang berlaku sebagai pedagang.

Beberapa nama disebutkan, antara lain Mashaika, tiba di pulau Sulu. Diperkirakan berasal dari bangsa Melayu. Inilah orang pertama yang membawa dan menyebarkan Islam di Philippina. Ada nama Muhammad Kabungsuwan, datang ke suku Manguindanao di daerah Tinundan. Ada nama Sharif Awliya yang datang ke Mindanao. Ia berasal dari Johor. Penyebaran Islam di Mindanao dilanjutkan oleh menantunya yang bernama Sharif Maraja. Olehnya, Islam menyebar ke wilayah Davao, Danau Lanao dan Bukidnon. Ada pula nama Karim Al Makhdum, ulama sufi yang ahlu fikih, datang ke Sulu. Hanya cerita ulama ini bercampur legenda yang aneh-aneh. Ada pula nama Sharif Abubakar, asal dari Yaman Selatan (Hadralmauth), meneruskan kekuasaan Kesultanan Sulu, yang merupakan kekuatan Islam pertama di Philippina. Ia terlebih dahulu mendarat di Palembang dan Brunei. Kemudian ia menikahi putri raja Bwansa, raja Sulu waktu itu yang sudah beragama Islam. Ia menggantikan kedudukan mertuanya, menjadi raja. Dari eranya, hukum Islam diberlakukan, tetapi dengan tetap memperhatikan adat istiadat setempat yang tidak bertentangan dengan Islam. Dari kesultanan inilah akhirnya Islam menyebar ke seluruh Philippina.

Kekuatan Islam waktu itu dipegang oleh tiga kesultanan, yaitu kesultanan Sulu, Maguindanao dan Buayan. Tetapi kemudian Kesultanan Maguindanao dan Buayan dipersatukan oleh Sultan Kudarat menjadi kesultanan Maguindanao.

Muslim Philippina Perlu adalah beraliran Sunni. Awal tahun 1970-an, banyak tokoh Islam dunia yang berkunjung ke Philippina. Mulai banyak pula penduduk asli Philippina yang belajar ke pusat-pusat kebudayaan Islam. Sepulang dari sana mereka menyebarkan Islam, mendirikan sekolah Islam, masjid, tempat-tempat mengajarkan dasar-dasar Islam dan Al-Quraan. Sampai sekarang terkenal lembaga pendidikan yang bagus mutunya bernama Jamiatul Philippina Al Islamiyah yang ada di kota Marawi.

Berbagai Konflik yang Terjadi

Penyebaran Islam lebih gencar lagi terutama oleh suku Sulu ketika Portugis bisa menguasai Malaka pada tahun 1511, sebuah bandar yang ramai dengan aktifitas perdagangan. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil dari berbagai barangay, berpencar ke Kalimantan, Mindanao di wilayah utara dan ke suku Buranun di daerah pedalaman. Dari sinilah terjalin hubungan yang semakin erat dengan kesultanan Islam lainnya di Nusantara dan Malaya. Hubungan ini dijalin mengingat bahwa kedatangan Portugis dan bangsa barat lainnya tidak sekedar berdagang dan mencari komoditi perdagangan, tetapi mereka juga ingin menguasai wilayah dan menyebarkan agama.

Abad pertengahan 16, Islam mulai mengakar di Philippina. Bahkan sudah sampai ke pulau Luzon. Di Manila sendiri sudah berdiri kerajaan Islam kecil yang berada di Tondo. Abad 15-16 M, Islam diperkenalkan lewat jalur resmi kerajaan. Adalah raja Baguinda yang pertama sekali membolehkan negerinya mendapatkan dakwah Islam.

Kedatangan Portugis ke Asia Tenggara adalah awal konflik yang terjadi antara penduduk asli Philippina, khususnya Muslim Moro, apalagi setelah mereka mampu menaklukkan Malaka. Bangsa kulit putih pertama yang masuk ke Philippina adalah Ferdinand Magellans tahun 1512. Ia bangsa Spanyol. Ia terbunuh oleh suku setempat dalam salah satu pertempuran.

Ada tiga suku besar bangsa Moro yang Muslim, yaitu suku Sulu (Tausuq), Maranao dan Maguindanao. Ada satu suku lagi, yaitu suku Banguingui yang merupakan suku Muslim terkecil jumlahnya. Tetapi tiga suku pertama di atas merupakan grup Muslim yang acap dimanfaatkan Portugis untuk mencapai tujuannnya. Datu Uttu dari suku Tausuq menyediakan perahu bagi penjajah Portugis untuk menghancurkan kelompok Islam suku Tausuq lainnya. Begitu pula ketika Marcos berkuasa, diktator ini berusaha terus meneruskan berusaha mematahkan perlawanan suku Tausuq.

Pada masa penjajahan Amerika Serikat, beberapa kelompok Muslim ikut menandatangani perjanjian damai, sementara yang lainnya terus berjuang. Perlawanan sengit yang dilakukan Datu Ali (tahun 1903) yang terkenal bertempur gagah berani, tetapi dipatahkan, dihancurkan bahkan beliau terbunuh akibat pengkhianatan Datu Plang.

Kedatangan bangsa Barat lainnya adalah Spanyol. Mereka melancarkan peperangan dengan Bangsa Moro. Pada masa inilah terlihat perpecahan di kalangan para datu, berebut kekuasaan dan pengaruh. Terjadilah saling hasut yang menyebabkan terjadi perang antarsuku. Keadaan ini menguntungkan bangsa penjajah dan keadaan itu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menaklukkan Bangsa Moro. Perjalanan panjang mereka dari Spanyol menuju Asia Tenggara memang direstui oleh Philip II, raja Spanyol waktu itu. "Kuberikan izin bagi kalian untuk menjadikan Bangsa Moro yang Muslim menjadi budak untuk kalian. Tetapi kularang kalian menjadikan budak bagi penduduk lain selain Bangsa Moro Muslim", begitulah isi surat raja Spanyol kepada Conquistador Miguel Lopez Legaspi yang bertindak sebagai kepala pasukan yang mendarat di pulau Cebu (tahun 1565). Dipimpin olehnya, dakwah Islam dihentikan dengan peperangan selama 300 tahun.

Dendam Spanyol terhadap Islam memang mengakar dalam sejarah. Islam menguasai mereka selama 4 abad. Karena itu kebencian mereka terhadap Islam dilampiaskan kepada Bangsa Moro. Berbagai pembantaian, pembunuhan dan pelecehan dilakukan oleh bangsa Spanyol ini. "Doktrin ajaran Islam adalah palsu, tidak benar dan merupakan hukum setan", melekat erat di kepala penjajah ini. Itu pula yang disebutkan Gubernur Spanyol dan kaki tangannya. "Islam adalah seperti api yang menyebar seperti wabah", kata uskup Salazar. Atau "Kaum Muslimin adalah perampok, lanun di lautan", kata Pio Pie, seorang pendeta Jesuit.

Bangsa Spanyol hanya mampu menaklukkan Bangsa Moro dengan kekuatan senjata, tetapi tidak dalam urusan keyakinan. Ketika kapal uap dipakai oleh kapal-kapal mereka tahun 1800-an, bangsa Moro tidak berdaya melawan bangsa penjajah ini. Para datu dan raja kecil terpaksa membayar upeti kalau tidak ingin kapal mereka dihancurkan, atau dirusak barang dagangan mereka, atau kampung-kampung dibakar. Bahkan Francisco Ducos, seorang pendeta bangsa Spanyol, memimpin sendiri pasukannya selama 7 tahun untuk melawan kaum Muslimin.

Menjelang abad 19 M, bangsa-bangsa penjajah lain (Inggris, Perancis, Belanda) mulai berdatangan ke Asia Tenggara. Hal ini mulai mengkhawatirkan Spanyol. Mulailah dilakukan penaklukan besar-besaran terhadap Bangsa Moro, terutama terhadap suku Tausuq yang memang ahli berperang di laut. Adalah panglima perang Spanyol, Jendral Arolas, mengangkat dirinya sebagai sultan Sulu, di tengah perlawanan yang terus dilakukan oleh suku Tausuq (Sulu).

Perlawanan yang Tiada Henti

Amerika Serikat datang ke`Philippina. Terjadilah perang antara dua bangsa penjajah ini, Amerika Serikat versus Spanyol. Spanyol keok dan tahun 1899 terpaksa angkat kaki dari Philippina. Bergantilah bangsa penjajah. Bukan berarti kondisi Muslim Moro menjadi baik dengan bergantinya penjajah. Berbagai pembantaian, penindasan, intimidasi, pelecehan, dan kesukaran hidup lainnya, terjadi selama Philippina dijajah Amerika Serikat.

Tahun 1946, Philippina di"merdeka"kan AS. Namun, minoritas Muslim Moro, suatu sebutan untuk penduduk migran, atau penduduk dengan kuantitas kecil dan spesifik, atau entitas penduduk yang dipaksa bergabung dengan kelompok besar, tetap saja tidak seketika merdeka. Mereka harus terus berjuang untuk memunculkan identitas dirinya. Namun kemerdekaan yang diraih Philippina mempunyai nilai tambah plus minusnya.

Pertengahan abad 20, hubungan Muslim dengan dunia Islam, dilakukan melalui masyarakat Muslim Asia Tenggara, semisal Malaysia-Riau Indonesia (puak Melayu), Thailand (Pattani), dan atau Brunei Darussalam. Tetapi setelah terlepas dari AS, hubungan Muslim Moro dapat langsung terjalin ke pusat Islam di Timur Tengah. Apalagi setelah pulau Mindanao dan Sulu menjadi bagian dari Republik Philippina. Pengaruh aliran reformis Mesir dan Pakistan mulai masuk ke Philippina. Nama-nama Muhammad Abduh, Jamaluddin Al Afghani, Sayyid Quthub, Abul A'la Maududi, dan pemikir lainnya.

Adalah Selamat Hashim, pendiri MILF (Moro Islamic Liberation Front) yang ikut terpengaruh terhadap gerakan reformis Sayyid Quthub dan Abul A'la Maududi. Pada awalnya MILF berusaha mengubah nasib Muslim Moro dengan cara-cara damai.i Tetapi akhirnya perlawanan bersenjata terpaksa dilakukan. Muncullah MNLF (Moro National Liberation Front) yang memperjuangkan perlawanan bersenjata.

Hubungan terjalin itu sangat menguntungkan Muslim Moro. Tahun 1970-an, ketika terjadi pembantaian yang dilakukan pemerintah Manila, Libya langsung bereaksi dan membawa permasalahan Muslim Philippina ke forum OKI (Organisasi Konferensi Islam).

Perlawanan MNLF mereda setelah Manila tahun 1975 berusaha menegosiasikan tuntutan MNLF. Setahun kemudian dicapai kata sepakat, dikenal dengan Kesepakatan Tripoli, mengikat MNLF untuk menerima hak otonomi terbatas. Manila hanya memberikan otonomi di bidang pendidikan dan pengadilam, tidak di bidang pertahanan dan keamanan (militer) dan politik luar negeri yang masih dipegang oleh pemerintah Manila. Otonomi itu diberikan kepada 13 propinsi, yaitu Basilan, Sulu, Tawi Tawi, Zamboanga del Sur dan Del Norte, Cotabatu Utara-Selatan, Maguindanao, Otoritas Sultan Kudarat, Lanao Sur-Norte, serta Palawan.

Selain perlawanan bersenjata, Muslim Moro juga berjuang dengan cara damai di bawah pengawasan PBB. Dikenallah istilah Moro People's Consultative Assembly, yang dilakukan dengan cara rapat raksasa, dihadiri lebih satu juta Muslim Moro. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan mendirikan pemerintahan Bangsa Moro yang mandiri. Rapat raksasa ini dilakukan berkali-kali, antara tahun 1999-2001. Itu terjadi di Cotabato City dan Davao City (23 Oktober 1999), Marawi City (24 Oktober 1999), dan di Basilan (7 Desember 1999). Juga terjadi rapat raksasa lainnya tahun 2001 yang dihadiri 2,5 juta orang. Pada intinya, rapat-rapat massa yang besar itu menginginkan pemerintahan sendiri, sembari menolak otonomi terbatas dari hasil Kesepakatan Tripoli. Ferdinand`Marcos pernah berusaha mencederai Kesepakan Tripoli itu secara halus, yakni berusaha memindahkan penduduk beragama Kristen ke 13 provinsi tersebut. Setelah cukup banyak penduduk beragama Kristen di 13 provinsi Muslim Moro itu, diadakanlah referendum untuk memberikan hak otonomi khusus.

Kita dan Bangsa Moro

Mencari akar permasalahan pada Bangsa Moro Philippina adalah hal yang paling penting untuk dilakukan dan dicari jalan keluarnya. Celakanya, hubungan Muslim Moro dengan pemerintah Manila dalam banyak kasus berarti konfrontasi dan tuntutan keinginan merdeka. Muslim Philippina, Bangsa Moro, meyakini bahwa mereka harus memperjuangkan jaminan hidup dan keamanan mereka, hidup sesuai dengan nilai-nilai yang mereka yakini, memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib, inilah yang terus diperjuangkan mereka.

Kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim, berharap perjuangan itu menemukan titik kulminasinya. Selain itu harapan tersebut disebabkan kita itu dipersaudarakan oleh nilai-nilai Islam, tidak lebih dan tidak kurang dari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar