Selasa, 04 Mei 2010

Marah dan Mau Memaafkan

Pengantar

“jadilah pemaaf, suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh” (QS Al Qur’aan 7:199).


Sifat mulia yang dianjurkan Alla SWT dalam Al Qur’an adalah memaafkan. Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:

"Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang" (QS An Nuur 24:22).

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan sulit memaafkan orang lain. Mereka mudah marah. Padahal telah dianjurkan bahwa memaafkan adalah lebih baik dan mulia. Kaum beriman adalah orang-orang yang mudah memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an:

“Jika engkau maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), sungguh Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang” (QS At Taghaabun 64:14).

"Tetapi siapa saja yang bersabar dan memaafkan, yang demikian itu termasuk perbuatan mulia" (QS 42:43)

"Mampu menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain" (QS. Ali ‘Imraan, 3:134).

Yang Beriman dan Yang Memaafkan


Pemahaman orang beriman tentang sikap memaafkan akan berbeda pada mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Bisa saja orang berkata telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati, dan cenderung menampakkan rasa marah itu.

Sikap memaafkan orang beriman adalah tulus. Mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini dan mau belajar dari kesalahan, berlapang dada dan pengasih. Orang-orang beriman mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Kesalahan besar dan kecil, bagi mereka sama saja.

Bisa jadi seseorang sangat disakiti tanpa sengaja. Namun bagi orang yang beriman menyadari bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah dan berjalan sesuai takdir tertentu. Karena itu, mereka berserah diri, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Segi Ilmiah Sang Pemaaf dan Pemarah

Para ilmuwan membuktikan bahwa yang mampu memaafkan adalah lebih sehat bagi jiwa maupun raganya, p enderitaan mereka berkurang setelah memaafkan. Orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik secara batini maupun jasmani. Telah dibuktikan bahwa gejala pada kejiwaan pada tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut, jauh sangat berkurang pada orang pemaaf.

Pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan darah akan memicu pembekuan darah. Kemarahan akan membuka peluang terjadinya serangan jantung. Kemarahan menyebabkan detak jantung meningkat melebihi batas wajar, tekanan darah naik pembuluh nadi, dan memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.

Sifat pemaaf adalah resep bagi hidup sehat dan bahagia. Sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran: harapanyang terbuka, sabar dan meningkatkan rasa percaya diri, mengurangi penderitaan, meningkatkan semangat dan meminimalisasi tingkat stres.

Kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi. Kemarahan jangka panjang yang tak berkesudahan telah mengacaukan sistem pengaturan suhu tubuh. Kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, maka kita tidak menyadari seperti apa keadaan normal itu. Aliran adrenalin membuat orang terbiasa dengan kemarahannya. Ini dapat memperburuk keadaan dan “membakar” tubuh (kacau sistem pengatur tubuhnya) dan menjadikannya sulit berpikir jernih.

Kemarahan terhadap orang atau peristiwa akan menimbulkan emosi negative, merusak keseimbangan emosional dan kesehatan jasmani. Orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan tersebut. Lantas mereka mengambil langkah untuk memaafkan.

Penutup

Sesungguhnya tidak ada seorang manusiapun yang tahan terus menerus untuk marah dan memelihara kemarahannya. Tidak mungkin rasanya orang ingin menghabiskan waktu berharga dalam hidup untuk larut dalam kemarahan dan kegelisahan. Orang yang punya hati dan nurani menghendaki ia berdamai dengan rasa marahnya, dan lebih suka memaafkan orang lain.

Kemarahan adalah racun pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari perasaan akhlak yang terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak akibat rasa marah tersebut, membantu orang menikmati hidup sehat, lahir maupun batin.

Tujuan sebenarnya dari memaafkan haruslah untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Akhlak seperti ini telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan pada banyak ayat Al Qur’an, adalah sumber kearifan hidup bagi manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar