Selasa, 04 Mei 2010

Lebih Jauh Tentang Vaksin(asi)

Pengantar

Vaksinasi telah menjadi tulang punggung kesehatan masyarakat sejak dulu. Penyakit berjangkit, aksi vaksinasi muncul dalam benak kita. Ia adalah suntikan yang dianggap dokter (bahkan lembaga kesehatan negara) sangat penting sebagai pelindung dari serangan penyakit.

Tujuan Vaksinasi adalah meniru proses penularan penyakit alami dengan kaidah tiruan. Vaksin adalah suntikan yang mengandung berbagai jenis bahan tertentu yang dimasukkan ke dalam tubuh. Jika ada sangkaan bahwa vaksin dapat membasmi bibit penyakit dan membebaskan dari anasir tersebut, maka dugaan itu tidak tepat.

Cara Membuat Vaksin

Vaksin dihasilkan dari bibit penyakit (mikroorganisme) atau bagian darinya yang dapat menimbulkan penyakit. Vaksin campak dihasilkan dari virus campak. Vaksin polio dihasilkan dari virus polio. Vaksin cacar dihasilkan dari virus cacar. Perbedaannya adalah terletak pada cara pembuatannya. Ada 2 (dua) jenis vaksin: vaksin hidup dan vaksin mati.

1. Vaksin Hidup

Vaksin hidup dibuat dari virus hidup yang dilemahkan dengan cara membiakkan ke dalam jaringan organ dan atau darah binatang. Organ tubuh itu antara lain ginjal (monyet dan anjing), embrio ayam, protein telur ayam dan bebek, serum janin sapi, otak kelinci, darah babi atau kuda, serta nanah dari cacar sapi. Pembiakan virus ini dilakukan beberapa kali, secara bertahap, bisa sampai 50 kali untuk mengurangi potensi keganasannya (virulensi, viremia, bakterimia).

Virus campak dibiakkan di dalam embrio ayam. Virus polio menggunakan ginjal monyet. Virus Rubella menggunakan sel-sel diploid manusia (bagian tubuh janin yang digugurkan).

2. Vaksin Mati

Vaksin mati dibuat dengan cara melemahkan virusnya dengan cara pemanasan, radiasi atau reaksi kimia. Mikroorganisme yang lemah ini kemudian dikuatkan dengan adjuvan dan stabilisator.

Adjuvan adalah bahan yang berguna untuk merangsang anti bodi dalam upaya untuk meningkatkan respon imun yang dimaksukkan ke dalam vaksin, sekaligus mempertahankan bahan asing yang akan disuntikkan. Sedangkan stabilisator adalah bahan yang berfungsi sebagai penstabil dari berbagai bahan campuran vaksin. Bahan ini juga berfungsi sebagai pengawet untuk mempertahankan khasiat vaksin selama disimpan).

Bahan-bahan lain yang sering ditambahkan ke dalam vaksin antara lain adalah bahan obat, antibiotik dan bahan kimia ke dalam campuran tersebut seperti: neomycin, streptomycin, natrium klorida, natrium hidroksida, alumunium hidroksida, alumunium fospat, sorbitol, gelatin hasil hidrolisis, formaldehid, formalin, monosodium glutamat, pewarna merah fenol, fenooksietanol (berfungsi sebagai anti beku), kalium difospat, hidrolysate Casein pankreas babi, sorbitol dan thimerosal (mengandung air raksa). Semua bahan tersebut sering disebutkan oleh Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention, CDC, dan Pysician’s Desk Reference di Amerika Serikat.

Virus atau bakteri, bahan kimia dan bagian tubuh binatang yang berpenyakit, setelah diolah dalam bentuk injeksi lalu disuntikan ke dalam tubuh anak atau orang dewasa ketika mendapatkan vaksinasi. Menurut CDC AS, semua bahan tambahan tersebut dicampurkan ke dalam vaksin untuk meningkatkan reaksi imun, mencegah pencemaran mikroba dan memperkuat formula vaksin, serta untuk memastikan vaksin tersebut stabil, bebas kuman dan aman. Benarkan?

Bagaimana Vaksin Dihasilkan?

1. Vaksin yang Sering Dipakai Manusia


- Vaksin DPT (Difteria, Pertusis dan Tetanus)
- Vaksin DtaP (Difteria, Tetanus, dan Acellular Pertusis)
- Vaksin MMR (Campak, Gondok dan Rubella)
- Vaksin Polio hidup oral (OPV)
- Vaksin Polio tidak aktif (IPV)
- Vaksin Hepatitis B
- Vaksin Hib
- Vaksin Variocella zoaster (Cacar Air)
- Vaksin Cacar

Dalam buku The Consumer’s Guide to Childhood Vaccines, Barbara Loe Fisher, pendiri dan presiden pusat informasi vaksin nasional AS (yang didirikan untuk mencegah kerusakan tubuh dan kematian akibat vaksin melalui pendidikan umum) menjelaskan proses pembuatan vaksin sebagai berikut :

2. Cara Membuat Vaksin

Sebagai misal, kita mengamati pembuatan Vaksin Cacar. Perut anak sapi dicukur, lalu ditorek-toreh pada kulit itu. Virus cacar diteteskan pada torehan itu dan dibiarkan bernanah selama beberapa hari. Anak sapi dibiarkan berdiri dengan kepala terikat, agar tidak dapat menjilati perutnya.

Anak sapi itu dikeluarkan dari kandang lantas dibaringkan di atas meja. Borok bernanah itu nanahnya diambil, lalu dijadikan serbuk. Serbuk ini adalah bahan vaksin cacar yang dapat dibiakkan di media biakan (Walene James, Pengarang Immunization: The Reality Beyond the Myth)

Reaksi Tubuh Terhadap Vaksin

Cairan vaksin masuk ke dalam aliran darah anak. Tubuh bereaksi dan berusaha menyingkirkan bahan vaksin tersebut melalui organ ekskresi. Lalu muncul reaksi imunologis seperti demam, bengkak atau ada ruam pada kulit. Apabila tubuh mampu mengatasinya, kuat meningkatkan reaksi imun, tubuh anak akan berhasil menyingkirkan pengaruh vaksin tersebut dan mencegahnya terjangkit kembali di masa yang akan datang. Akan tetapi jika tubuh anak tidak kuat meningkatkan reaksi imunologis, maka vaksin akan bertahan dalam jaringan tubuh.

Vaksin yang bertahan di jaringan tubuh dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes pada anak, asma, gangguan pada saraf, leukimia, bahkan mati mendadak.

Telah ada ribuan laporan catatan efek samping jangka panjang yang buruk terkait vaksin seperti penyakit radang usus, autis, esenfalitis kronis, skelerosis multipel, artritis reumatoid dan kanker. Sebagian vaksin diketahui menyebabkan efek samping jangka pendek yang serius.

Pada tanggal 12 Juli 2002, Reuters News Service melaporkan bahwa hampir 1000 pelajar sekolah dilarikan ke rumah sakit setelah disuntik vaksin Ensefalitis di timur laut negeri Cina. Para pelajar itu mengalami demam, lemas, muntah dan dalam beberapa kasus terkena serangan jantung setelah divaksinasi.

Akibat dari Vaksinasi

1. Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS)


Tahun 1996 terdapat 872 peristiwa buruk dilaporkan kepada VAERS (AS) yang melibatkan anak-anak di bawah 14 tahun. Mereka disuntik vaksin Hepatitis B. Anak-anak tersebut dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit karena mengalami masalah kesehatan yang mengancam nyawa. Sebanyak 48 anak dilaporkan meninggal setelah mendapatkan suntikan vaksin tersebut.

Pada kasus lain, vaksinasi telah dikaitkan dengan kerusakan otak, IQ rendah, gangguan konsentrasi, kemampuan belajar kurang, autis, dan gangguan saraf.

Vaksin gondok dan campak yang diberikan pada anak-anak misalnya telah menyebabkan kerusakan otak, kanker, diabetes, leukimia, hingga kematian (sindrom kematian bayi mendadak).

2. The American Journal of Epidemiology (1992)

Tingkat kematian anak-anak meningkat hingga 8 kali pada jangka waktu 3 hari setelah mendapat suntikan vaksin DPT.

3. Laporan CDC (AS)

Anak yang menerima vaksin Hib berisiko 5 kali lebih mudah mengidap penyakit tersebut dibandingkan anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin tersebut.

4. Dr Jonas Salk, penemu vaksin Polio Salk (1977)

Bersama ilmuan lain disebutkan bahwa 87% dari kasus Polio yang terjadi sejak tahun 1970 adalah akibat dari vaksin Polio.

5. Kasus Autis di AS

Sebelum tahun 1980 terdapat 1 dari 10.000 anak menderita autis. Tahun 2002 Institut Kesehatan Negeri AS mencatat peningkatan angka tersebut menjadi 250 dari 10.000. Kini persatuan orang tua penderita autis Amerika memperkirakan peningkatan kasus autisme ± 10% per tahun. Vaksin yang mengandung air raksa diyakini sebagai penyebabnya.

6. Boyd Halley, Universitas Kentucky

Boyd Halley adalah pengurus program kimia dan pakar logam berat, Universitas Kentucky, menyebutkan bahwa ”Thimerosal” mampu meresap di protein otak. Bahan ini sangat beracun bagi syaraf dan cenderung merusak enzim.

Boyd Halley pada Agustus tahun 2003, mendapati banyaknya kandungan air raksa pada penderita autis, yang dianalisa melalui kadar air raksa pada rambut. Bahan yang ditemukan adalah etil-raksa dari thimerosal yang meresap ke dalam otak dan organ tubuh lainnya. Ini sangat berpotensi menyebabkan kerusakan sistem syaraf dan gangguan fungsi ginjal.

7. Logam Air Raksa (San Jose Mercury News, 6 Juli 2002)

Satu dari 10 anak dan remaja AS mengalami kelemahan fisik dan mental. Menurut pengamatan yang dilakukan, tahun 2000 terdapat pertambahan mendadak angka kecacatan pada penduduk usia muda. Tahun sebelumnya data menunjukan peningkatan kecacatan pada anak-anak.

Sampai usia 2 tahun, anak-anak Amerika dilaporkan telah menerima 237 mikrogram air raksa melalui vaksin. Kadar ini melebihi ambang batas yang ditetapkan Organisasi Perlindungan Alam AS yaitu 1/10 mikrogram per hari.

Sebuah penemuan di Amerika menunjukan bahwa vaksin Hepatitis B mengandung 12 mcg air raksa (30 kali lipat dari ambang batas). DtaP dan Hib mengandung 50 mcg air raksa (60 kali lipat dari ambang batas). Polio mengandung 62,5 mcg air raksa (78 kali lipat dari ambang batas).

8. Kasus-kasus Akibat Vaksinasi

Kasus autoimun, asmatis, dan diabetes pada usia anak telah meningkat 20 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya di AS.

Setiap tahun 25.000 bayi Amerika mengalami kematian mendadak akibat vaksinasi, yang merupakan penyebab kematian mendadak terbesar. Jepang telah meningkatkan usia penerima vaksin hingga usia 2 tahun. Ternyata angka kematian turun drastis (Cherry, et al, 1988).

Swedia menghentikan vaksinasi batuk rejan (Pertussis) tahun 1979 karena muncul wabah penyakit ini yang justru terjadi pada anak yang telah mendapatkan vaksinasi. Setelah dihentikan program vaksinasi, penyakit ini menjadi penyakit ringan tanpa kasus kematian. Ternyata vaksin itu sebenarnya justru menyebarkan penyakit.

Tahun 1975, Jerman menghentikan kewajiban vaksin Pertussis, dan jumlah anak yang mengalami penyakit itu turun drastis. Pada tahun 2000 jumlahnya turun sampai 10%.

Begitu banyak kenyataan lapangan yang justru merugikan. Oleh karena itu, program vaksinasi layak dipertanyakan. Fakta-fakta di atas dengan gambling menjelaskan bahwa vaksin tidak meningkatkan kesehatan anakanak. Namun anehnya, vaksin terus-menerus dibuat dan diwajibkan kepada masyarakat.

Bahan Beracun pada Vaksin

Hampir dipastikan bahwa semua vaksin mengandung bahan racun. Bahan tambahan vaksin (penguat, penetral, pengawet dan agen pembawa) jauh lebih beracun daripada komponen virus atau bakteri dalam vaksin tersebut. Sebut saja agen penyebab kanker yaitu formaldehid dan thimerosal dapat merusak otak. Tidak ada orang tua yang berpikir untuk memberi makan anaknya dengan formaldehid (pengawet mayat), air raksa atau alumunium fospat. Tetapi kita dengan rela telah memasukkan suntikan vaksin yang mengandung bahan tersebut, leluasa masuk ke dalam aliran darah anak.

Berikut adalah informasi mengenai resiko kesehatan yang ditimbulkan oleh sebagian bahan beracun utama dalam vaksin, yang disusun dari berbagai sumber termasuk dari Persatuan Pemerhati Vaksin Australia.

1. Alumunium

Bahan ini meracuni darah, syaraf, pernapasan, mengganggu sistem imun dan syaraf seumur hidup. Bahan ini penyebab kerusakan otak, hilang ingatan sementara, kejang dan koma. Memang dalam jumlah sedikit tidak beracun dan bermanfaat bagi tubuh. Namun kadar dalam vaksin amat tinggi, 0,5%.

2. Ammonium Sulfat

Bahan ini meracuni sistem pencernaan, hati, syaraf dan sistem pernapasan.

3. Ampotericin B

Sejenis obat yang digunakan untuk mencegah penyakit jamur. Efek sampingnya adalah menyebabkan pembekuan darah, bentuk sel darah merah menjadi tidak sempurna, gangguan ginjal, lesu, demam dan alergi kulit.

4. Beta-Propiolactone

Bahan ini menyebabkan kanker, meracuni sistem pencernaan, hati, sistem pernafasan, kulit dan organ genital.

5. Cassein

Bahan yang berfungsi sebagai perekat yang kuat untuk label botol, dibuat dari susu, namun di dalam tubuh terkadang Casein dianggap protein asing yang beracun. Di dalam tubuh bisa menimbulkan alergi yang hebat.

6. Formaldehid dan Formalin

Bahan penyebab kanker. Zat ini lebih berbahaya dibandingkan dengan bahan kimia lain. Bahan yang merupakan turunan formaldehid adalah formalin. Ia merupakan campuran dari 37%-40% formaldehid, air dan atau 10% metanol. Formalin adalah peringkat ke 5 dari 12 bahan kimia yang paling berbahaya (Enviromental Defense Fund, AS).

7. Monosodium Glutamat (MSG)

Orang yang alergi pada MSG akan mengalami perasaan seperti terbakar di belakang leher, lengan dan punggung atau mengalami sakit dada, sakit kepala, lesu, denyut jantung cepat dan kesulitan bernafas. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS, suntikan glutamate dalam hewan percobaan menyebabkan kerusakan sel syaraf otak.

8. Neomycin

Antibiotik ini mengganggu penyerapan vitamin B6. Kekurangan vitamin B6 menyebabkan epilepsi dan cacat mental.

9. Fenol

Bahan ini digunakan dalam pembuatan disinfektan, pewarna, industri farmasi, plastik dan bahan pengawet. Fenol dapat menyebabkan keracunan sistemik, kelemahan tubuh, berkeringat, sakit kepala, muntah, gangguan mental, syok, hipersensitif, kerusakan ginjal, kejang, gagal jantung dan atau ginjal dan kematian.

10. Fenoksi Etanol (Anti Beku)

Bahan ini menimbulkan bau badan tidak sedap, kerusakan pencernaan, kebutaan, koma dan kematian.

11. Polysorbate 20, Polysorbate 80 dan Sorbitol

Bahan Polysorbate ini meracuni kulit atau organ kelamin. Sedangkan Sorbitol menyebabkan kerusakan system pencernaan.

12. Thimerosal

Bahan ini merupakan anasir kedua 2 yang paling beracun untuk manusia setelah uranium. Ia merusak otak dan sistem syaraf, dan menyebabkan kasus penyakit autoimun.

Vaksin dan 12 Hal yang Harus Diperhatikan

1. Dokter tidak bisa menjamin keamanan dan efektifitas vaksin.
2. Keamanan vaksin belum teruji dengan benar.
3. Vaksinasi tidak berlandaskan prinsip yang kokoh dan patut dipertanyakan efektifitasnya.
4. Vaksin bisa tercemar sehingga membahayakan.
5. Punya efek samping jangka panjang yang serius.
6. Menimbulkan penyakit yang seharusnya dapat disembuhkan.
7. Tidak dapat melindungi dari penyakit menular.
8. Vaksin berhubungan dengan wabah penyakit.
9. Vaksin tidak dapat dipercayai, tidak resisten terhadap penyakit tetapi resisten terhadap kesehatan.
10. Dokter dan profesional kesehatan jarang melaporkan efek buruk vaksin.
11. Ada dokter yang menolak dilakukan vaksinasi.
12. Vaksinasi lebih mengutamakan keuntungan daripada mengobati.

Tidak dianjurkan Vaksinasi

1. Terdapat banyak bukti yang menunjukan bahwa imunisasi terhadap anak lebih banyak merugikan dari pada manfaatnya.” (dr. J Anthony Morris, mantan Ketua Pengawas Vaksin

2. Ancaman terbesar serangan penyakit anak-anak datang dari usia pencegahan yang tidak efektif dan berbahaya melalui imunisasi besar-besaran.” (dr. R. Mendelsohn, Penulis (How to Raise A Healthy Child In Spite Of Your Doctor dan Profesor Pediatrik).

3. Semua vaksinasi berfungsi mengubah tiga situasi darah kepada ciri-ciri kanker dan leukemia. Vaksin DO dapat menyebabkan kanker dan leukemia.” (Profesor L.C. Vincent, penggagas Bioelektronika).

4. Data resmi menunjukan vaksinasi berskala besar di AS gagal memberikan kemajuan yang signifikan dalam pencegahan penyakit yang seharusnya dapat ia lindungi.” (dr. A. Sabin, pengembang vaksin Polio Oral, dalam kuliahnya di hadapan dokter-dokter Italia di Piacenza, Italia, 7 Desember 1985).

5. Selain telah nyata banyak kasus kematian akibat program ini, terdapat juga bahaya jangka panjang yang hampir mustahil di ukur dengan pasti. Terdapat sejumlah bahan berbahaya dalam seluruh prosedur pembuatan vaksin yang seharusnya mencegah penggunaan yang terlalu banyak atau tidak wajar.” (Sir Graham Wilson dalam The Hazards of Immunization).

6. Dengan mengesampingkan fakta bahwa vaksin berpeluang besar tercemari virus binatang yang dapat menyebabkan penyakit serius pada masa depan. Kita harus mempertimbangkan apakah ada vaksin yang benar-benar berfungsi sebagaimana tujuan asalnya.” (dr. W.C. Douglas dalam Cutting Edge, Mei 1990).

7. Satu-satunya vaksin yang aman adalah tidak menggunakan sama sekali” (dr. James A. Shannon, Institut Kesehatan Nasional, AS)

8. Vaksinasi adalah produk kesalahan dan kebodohan yang tidak dirancang dengan baik. Ia seharusnya tidak mendapatkan tempat dari sisi kebersihan maupun kedokteran. Vaksinasi tidak ilmiah, keyakinan konyol yang membawa maut dan mengakibatkan kesengsaraan yang berkepanjangan.” (Profesor Chas Rauta, Universitas Perugia, Italia didalam New York Medical Journal, Juli 1899).

9. Imunisasi terhadap cacar lebih berbahaya dari pada penyakit itu sendiri.” (Profesor Ari Zuckerman, WHO).

10. Tidak ada satupun vaksin yang telah dibuktikan keamanannya sebelum diberikan kepada anak-anak. (Pakar bedah umum, Leonard Scheele di Konfrensi AMA, AS 1955).

Penutup:
Vaksin Tidak Menyelamatkan


Ilmu medis menerima pujian yang berlebihan bagi sebagian kemajuan dalam bidang kesehatan. Banyak orang percaya keberhasilan dalam menangani penyakit menular pada abad terakhir terjadi bersamaan dengan diciptakannya imunisasi.

Sebenarnya penyakit-penyakit Kusta, Tifoid, Tetanus, Difteria, Batuk Rejan, dan sebagainya, telah menurun sebelum ditemukan vaksin untuknya. Yang membuat turunnya kasus di lapangan adalah merupakan hasil dari perbaikan sanitasi dan peningkatan kualitas makanan serta air minum. Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar