Selasa, 04 Mei 2010

Bulan Tempat Berkaca

Penggalan Adaptasi Catatan Alfi Arni



Bulan berkaca pada sepenggalan waktu
gemericik air danau sayup ditelan kepak gagak
Ia marah karena tak lagi menemukan bangkai dan darah

Di sana ada ribuan sayap Jibril memagari tepiannya
membawa bait-bait Tuhan berjarak sejengkal di hati manusia
hingga malam berganti rupa tak jua hilang gelap yang kian bersayap
tinggallah bulan berkaca menyesali wajah yang terbelah
bersaing dengan ketampanan yang bersembunyi di kedalamannya

Bagaimana lagi orang mempertanyakan Taman Firdaus
sementara dunia yang diciptakan tak mampu dilampaui keindahannya?
apatah lagi wujud neraka yang bergemuruh
bukankah duri mawar tak ingin menancap di kaki
perumpamaan untuk direnungkan, kaca buat bercermin

Jika kau mencintai, maka Allah yang paling mengasihi
Jika kau menaruh belas kasih tak satu jiwapun luput dari rahmatNya.
harus bagaimana lagi pesan itu dibawa?

Ribuan bahasa dan kisah penawar ketakutan,
mengetuk jiwa yang terkunci pada dinding keangkuhan
Berapa lagi ukuran kecintaanNya bahkan pada diri firaun sekalipun
diutusNya seorang Rasul membawa bait-bait cintaNya
kebanyakan gayung tak pernah bersambut,

Seorang penyair menepuk permukaan air danau
bukan Allah yang menyia-nyiakan hambaNya,
hati bertaut nafsu hingga mendengarkan rintihan “umatku, umatku, ummatku....”
tak juakah meluluhkan jiwa yang terlambat bercermin.

Hingga nanti bumi diguncangkan, kehidupan dijungkirbalikkan
bumi hijau menjadi hamparan rumput hitam,
bahkan kau adukan air mata yang jatuh di ujung dagu
menggantikan siapa yang kau Tuhankan di dalam hatimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar