Rabu, 21 Juli 2010

Tanpa Judul (9)

Di dalam hidup ini, acap kita menyaksikan hal-hal yang sifatnya kontradiksi. Ada hitam ada putih. Ada susah ada senang. Ada mati ada hidup. Namun pengaturan yang sifatnya kontras seperti ini tidak semua dapat difahami manusa. Lihatlah kondisi yang berseberangan dan bertolak belakang di bawah ini.

(1) Seseorang yang hidupnya berkecukupan, sukses, banyak kemudahan dalam hidup, tetapi hubungan dengan Allah, Sang Pemilik Semesta Alam, tidak begitu baik.

(2) Seseorang yang setiap saat terus dirundung kesulitan dari hari ke hari, namun ia rajin shalat, banyak berdzikir, dan hubungannya dengan Allah SWT begitu mesra.

(3) Seseprang yang selalu diberi kemudahan dan rezeki melimpah, tetapi hubungannya dengan Allah SWT tetap mesra. Bahkan lebih mesra dari sebelumnya.

(4) Aneh? Adilkah kondisi ini? Mekanisme apakah yang sesungguhnya

Allah punya mekanisme dalam mengatur nikmat yang diberikannya kepada hamba-hambaNya. Orang yang hidupnya penuh dengan kenikmatan, namun jauh dari Allah, sesungguhnya Dia hanya menunjukkan keMahaadilanNya kepada manusia. Bisa jadi orang tersebut telah berusaha keras sehingga ia “harus” diberi balasan yang setimpal berupa kenikmatan dunia. Bisa jadi dia juga sudah berusaha beribadah kepada Allah, namun karena keterbatasan waktu, ia hanya mampu beribadah dalam jumlah yang sedikit. Lalu, dengan berbagai kemudahannya itulah, Allah membalas ibadahnya yang sedikit itu. Namun ia tidak punya tabungan apa-apa yang bisa diandalkan di akherat kelak.

Orang yang terus dirundung kesusahan dan kepayahan dalam hidupnya, itu pertanda Allah ingin memberikan nikmat yang besar kepadanya, tetapi di akherat kelak. Sebuah kenikmatan yang bisa jadi berkurang kalau sudah diberikan kepadanya di dunia. Inilah kenikmatan yang tertunda, sementara tertahan dulu, agar kenikmatan itu menjadi luar biasa pada saatnya nanti. Namun bagi orang yang tidak punya iman Islam di dadanya, bagi mereka ini omong kosong dan nonsens belaka.

Bisa jadi Allah ingin agar orang itu tetap dekat dan semakin dekat denganNya. Bukankah kenikmatan seringkali kali menggelincirkan orang. Orang tidak dekat lagi ketika nikmat sudah mereka reguk. Seorang anak merengek kepada orang tuanya agar diberi uang. Begitu permintaan dikabulkan, ia akan meloncat kegirangan, walau diberi dalam jumlah sedikit. Itu akan berbeda reaksinya pada anak yang telah terlalu mudah (dan sering) diberi uang oleh orang tuanya. Sebesar apapun diberikan kepadanya, ia tidak akan senang bahkan terus merasa kurang.

Berbahagialah orang-orang yang berada di tengah-tengah. Ia diberi kemudahan dan rezeki yang berlimpah, hidupnya senang dan bahagia. Tetapi hubungannya dengan Allah SWT begitu mesranya. Setiap hari ia menjaga hunungan itu agar terhubung terus dan terus mesra.

Lebih dari semua itu, tidak ada satu orangpun yang tahu arah dan kondisi nasibnya. Tidak saya, tidak dikau, dan tidak manusia manapun. Paling bagus kita lakukan adalah bagaimana berusaha terus agar pada setiap tarikan nafas kita, Allah SWT meridloi. Itu saja sudah cukup buat kita.

"Tidak semua yang Aku berikan kepadanya dan Aku luaskan rizkinya itu berarti Aku memuliakan dia, Dan tidak pula orang yang diberi cobaan dan rizkinya menjadi sempit itu berarti Aku menghina dia, tidak sama sekali tidak. Namun orang ini dicoba dengan nikmat dan orang itu Aku muliakan dengan cobaan-cobaan" (QS Al Fajr: 15-170).

Begitulah hidup. Banyak orang yang berbuat maksiat tetapi malah selalu mendapat kemudahan. Bahkan diberi rezeki yang berlimpah. Namun Nabi Saw pernah bilang: "Jika kita melihat yg seperti itu, kemudahannya bukan sebuah karunia jika tetap berbuat maksiat, melainkan hanya sebuah istidraaj". Allah SWT membiarkan seseorang dengan memberikan banyak kenikmatan duniawi. Padahal orang tersebut jelas-jelas berbuat maksiat di dunia. Lalu Allah menjatuhkan /menghancurkan mereka tanpa disisakan sedikitpun. Itulah istidraaj yang dimaksud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar