Rabu, 21 Juli 2010

Mencintai Islam

Salman al-Farisi demi cintanya kepada kebenaran, ia rela mencari agama yang sanggup mencerahkan pikiran dan mengobati kegundahan jiwanya. From Persia With Love. Begitulah Salman al-Farisi. Cinta memacu dirinya mencari kebenaran, dari Persia berkelana dan terdampar di Madinah. Di sana ia bertemu Rasul dan masuk Islam. Kecintaannya kepada Islam mengalahkan kepercayaannya sebagai kaum penyembah api dan manusia. Ia tinggalkan agama Majusi dan Nashrani.

Anda tahu Mush'ab bin ‘Umair? Duh, sahabat Rasulullah Saw ini rela meninggalkan istana megahnya demi Islam. Rela mencampakkan pakaian indah dan gelimang harta. Demikianlah, Islam mampu menenggelamkan segala kenikmatan dunia.

Mush'ab bin ‘Umair adalah orang pertama yang diutus Rasulullah Saw untuk membacakan al-Quran, mengajarkan Islam, dan memberi pemahaman agama kepada masyarakat Madinah. Mush'ab menemani 12 orang laki-laki Madinah setelah Bai'at ‘Aqabah pertama.

Usaha Mush’ab itu menyebabkan Islam tersebar cepat di Madinah, hanya dalam kurun waktu tiga tahun. Ini membuat Rasulullah Saw gembira dan memikirkan untuk hijrah ke sana sekaligus menerapkan Islam sebagai ideologi negara.

Cinta sudah terpatri di hati. Islam memang layak dicintai. Kita bela dan diperjuangkan. Drama kehidupan bersama Islam yang dimainkan para sahabat Rasulullah Saw dalam membela Allah, Rasul-Nya, dan tentunya juga Islam, sungguh mengagumkan.

Suatu ketika Zaid bin Datsinah bersama lima sahabat diutus Rasulullah Saw menemani sekelompok kecil kabilah untuk mengajarkan Islam ke kabilah yang bertetangga dengan Bani Hudzail. Waktu itu negara Islam sudah berdiri. Kejadiannya pasca Perang Uhud.

Enam utusan Rasulullah Saw itu dikhianati. Tiga di antaranya dibunuh, tiga lagi ditawan dan dijadikan budak untuk dijual (termasuk Zaid bin Datsinah). Waktu itu, Zaid hendak dibeli oleh Shafwan bin Umayyah, untuk kemudian dibunuh sebagai balasan atas kematian ayahnya, Umayyah bin Khalaf, yang tewas di tangan kaum Muslimin saat Perang Badar.

Lihatlah ketika Zaid ditanya oleh Abu Sufyan:

“Hai Zaid, aku telah mengadukanmu kepada Allah. Sekarang, apakah engkau senang jika Muhammad berada ditanganku lalu engkau menggantikan tempatnya? Engkau penggal lehernya dan engkau kembali kepada keluargamu?”.

“Demi Allah!” jawab Zaid lantang, “Aku tidak rela jika Muhammad menempati tempat yang akan menghantam jerat di lehernya yang itu menyiksanya, sementara aku duduk-duduk dengan keluargaku.”

Abu Sufyan sangat terkesan dengan kata-kata Zaid. Bibirnya menyungingkan senyum sinis sambil berkata,

“Aku belum pernah melihat seseorang mencintai sahabatnya seperti kecintaan sahabat-sahabat Muhammad,” kata Abu Sufyan dengan geram tetapi juga kagum. Kemudian, Zaid pun dibunuh.

Subhanallah. Ini bukan cinta biasa. Membela dan memperjuangkan Islam, sebagai bentuk kecintaan kepada agama Allah, membuat Khubaib, temannya Zaid yang juga diutus Rasulullah Saw dalam misi tersebut, rela melepaskan nyawanya. Sebelum syahid, beliau memandang musuh-musuh Allah dengan marah sambil meneriakkan doa:

“Ya Allah, sesungguhnya telah sampai kepada kami risalah RasulMu. Karena itu, besok, sampaikan kepadanya apa yang membuat kami demikian. Ya Allah, hitunglah (bilangan) mereka (dan lemparkan mereka) berkali-kali. Bunuhlah mereka dengan sekali lumat, dan jangan Engkau biarkan mereka hidup walau seorangpun!”

Mendengar teriakan Khubaib, mereka gemetar. Teriakan suara itu seolah merobek nyawa mereka. Kemudian, Khubaib pun dibunuh.

Mencintai Islam menyebabkan Khubaib dan kawan-kawannya menjadi syuhada. Percayakah kita bahwa mereka tersenyum di Taman Firdaus milik Allah SWT itu? Mencintai Islam berarti juga mencintai kebenaran. Entahlah, apakah kita dapat meraih kemuliaan seperti itu kelak? Hanya kita dan usaha apa yang dapat kita lakukan yang dapat menghantarkannya ke sana: Hidup mulian atau mati sebagai syuhada.


Berdiri di pintu kematian,
di sini dan di sana,
di manakah kehidupan kau sembunyikan?

Berenang di antara ombak dan riak,
di manakah gelombang memecah dan membongkar pasir tepian?
dan di antara kedua kita membangun impian dan kemuliaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar