Senin, 21 Desember 2009

Kalung Mutiara buat Annisaa'

Sore itu Annisaa’ menemani Ibunya berbelanja di supermarket. Ia berjalan kian kemari dengan riang. Wahana belanja perkotaan saat itu sungguh ramai. Bahkan menunggu membayar belanjaan pun harus antri. Tanpa sengaja gadis kecil itu berbinar melihat sebentuk kalung mungil terbuat dari mutiara buatan. Tetapi dalam pandangan Annisaa’, kalung itu mungil, cantik dan diletakkan di dalam kotak hitam dari kartun tebal.

Ia menginginkannya. Tetapi ia ingat bahwa ia tidak boleh minta selain yang sudah disepakati ketika akan berangkat berbelanja. Kaos kaki berenda, buku gambar, pensil warna dan biskuit. Entah mengapa Annisaa’ sangat menginginkan kalung itu. Ia beranikan diri untuk bertanya:

"Ibu, bolehkah Annisaa’ minta dibelikan kalung itu? Kaos kaki ini dikembalikan saja”.

Sang Bunda meraih kotak kalung itu. Di baliknya tertera harga Rp 25,000. Mata Annisaa’ memandangi ibunya dengan penuh harap. Ibunya bisa saja membelikan kalung itu. Namun ia ingin konsisten dengan kesepakatan semula.

"Baiklah, kalung itu boleh kamu ambil. Tetapi kaos kaki itu kembalikan ke tempatnya. Ibu akan potong uang jajan dan tabungan untuk sepekan ke depan. Bagaimana, setuju?”

Annisaa’ gembira. Ia tidak perduli kalaupun uang jajan dan tabungannya untuk sepekan ini harus dipotong. Segera ia berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya.

"Terima kasih, ibu".

Kotak kalung mutiara itu didekapnya erat-erat. Menurutnya, kalung itu dapat membuatnya cantik, secantik ibunya. Sejak dibeli, kalung itu tak lepas dari lehernya. Bahkan ketika ia tidur. Benda itu hanya dilepasnya jika ia mandi atau berenang. Sebab, kata ibunya, jika basah kalung itu akan rusak dan menjadi hijau.

@@@@@@@@

Setiap malam sebelum tidur, ayah Annisaa’ membacakan cerita pengantar tidur. Selesai membacakan sebuah cerita, ayahnya bertanya:

"Apakah Annisaa’ sayang sama ayah?"
"Tentu. Ayah pasti tahu kalau Annisaa’ sayang ayah!"
"Kalau begitu, berikan kepada ayah kalung mutiaramu”.
"Jangan. Kalau yang lain”, sambil meraih boneka kuda pemberian neneknya, “yang ini, boleh Ayah ambil. Ini juga boneka kesayanganku”.
“Boleh juga, yang ini juga boleh”.

Ayahnya mencium pipi Annisaa’ sebelum keluar dari kamar. Sepekan kemudian sang ayah mengulangi lagi rentetan pertanyaan itu. Tetapi kali ini ia hanya membawa boneka Barbie. Padahal boneka itu juga mainan kesayangan anaknya yang selalu menemaninya bermain.

Sepekan berikutnya, ayahnya mendapatkan anaknya sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ia melihat anaknya menangis. Salah satu tangannya menggenggam sesuatu, air mata membasahi pipinya.

"Kenapa menangis, sayang?”

Tanpa berucap sepatah pun, Annisaa’ membuka tangannya. Di sana tergenggam kalung mutiara kesayangannya.

"Ambillah kalung ini”, ujarnya.

Ayahnya tersenyum. Kalung itu diambilnya, lalu dimasukkan ke dalam kantong celana. Namun dari kantong celana yang sebelah lagi, beliau mengeluarkan kotak mungil berwarna merah. Di dalamnya ada kalung mutiara yang sangat cantik.

“Ini kalung pengganti buatmu. Ia asli mutiara. Ayah belikan untukmu. Kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau".

Annisaa’ gadis kecil itu menghamburkan pelukan dan ciuman ke pipi ayahnya. Ia sungguh senang dan bahagia malam itu. Bahkan ketika tertidur, kalung itu melekat di lehernya. Malam itu ia bermimpi bertemu dengan para bidadari cantik yang mengelilingi dirinya.

@@@@@@@

Terkadang Allah SWT meminta sesuatu dari kita, karena Dia berkenan menggantikannya dengan yang lebih baik. Seperti Annisaa’, misalnya, yang menggenggam erat sesuatu yang dianggapnya amat berharga. Boleh jadi ia enggan dan tidak ikhlas bila harus kehilangan sesuatu yang disukai dan dicintainya. Padahal, cepat atau lambat, apa saja yang ada pada diri kita akan selalu berganti atau malah hilang dari genggaman.

Kiranya Allah SWT selalu mengingatkan bahwa semua milikNya tentu akan kembali kepadaNya. Perlu sikap ikhlas seperti yang dilakukan gadis kecil Annisaa’ . Karena Dia, Allah SWT, akan mengambil sesuatu dari kita. Atau, bisa jadi Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik, di dunia atau di akherat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar