Jumat, 19 Maret 2010

Benarkah Ledakan Populasi Itu Menyengsarakan

Sebuah Mitos Sesat yang Dibangun Barat



Pengantar


Penelitian struktur genetik penduduk menyatakan bahwa hampir 15.000 tahun yang lalu, jumlah penduduk dunia adalah 15 juta orang (setara dengan penduduk New Delhi, India sekarang). Sedangkan penduduk pada masa Isa al–Masih (2000 tahun yang lalu) meningkat menjadi 250 juta (hampir setara dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekarang).

Era revolusi industri abad ke-18, penduduk dunia mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat menjadi sekitar 700 juta jiwa (setara dengan jumlah penduduk Eropa sekarang). Abad berikutnya, penduduk dunia meningkat rata-rata 6% per tahun, mencapai 2,5 miliar tahun 1950, dan meningkat lebih dari angka rata dalam kurun 50 tahun berikutnya menjadi 18%, hingga mencapai angka 6 miliar penduduk di penghujung abad ke-21.

Meskipun laju tingkat pertumbuhan itu melambat, jika tidak ada bencana demografis, maka penduduk dunia diperkirakan mencapai 9 miliar pada tahun 2050 nanti. Per September 2008, jumlah penduduk dunia secara resmi tercatat 6,72 miliar .

Jargon "Kelebihan" Versi Sesat

Tingkat pertumbuhan penduduk dalam satu abad terakhir kerap dituding sebagai penyebab utama pendorong dunia barada dalam jurang bencana, karena kita kekurangan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya begitu besar. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dunia menjadi penyebab kemiskinan, kerusakan lingkungan, keresahan sosial, dan kemajuan ekonomi di Dunia Ketiga mustahil terjadi. Walhasil, sejumlah pemerintah dan lembaga-lembaga internasional mengembangkan dan menerapkan sejumlah program di Dunia Ketiga untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk.

Jargon tersebut dikaitkan “kelebihan” dalam hal pemanfaatan sumber daya alam, dikonsumsi manusia lalu menimbulkan ketidakseimbangan global yang dikaitkan dengan jumlah penduduk.

Mencermati asumsi tentang efek pertumbuhan penduduk itu, peningkatan jumlah penduduk sama sekali tidak berkontribusi terhadap segala derita yang dialami dunia. Justru asumsi itu terkait pada agenda politik tertentu untuk melabel masalah peningkatan jumlah penduduk global yang dituding sebagai penyebab bencana alam. Agenda tersebut mengalihkan perhatian dunia dari penyebab yang sesungguhnya, yaitu gaya hidup, pola hidup, konsumerisme kelewatan, kemiskinan, dan penindasan terhadap Dunia Ketiga, agar Barat dapat mempertahankan supermasinya.

Negara-negara maju menghadapi masalah serius. Jepang, Rusia, Jerman, Swiss, dan banyak negara Eropa Timur mengalami penurunan tingkat pertumbuhan penduduk akibat program pembatasan kelahiranyang mereka terapkan. Negara-negara lain juga mengalami penurunan tingkat laju penduduk, seandainya tidak ada gelombang imigran.

Penurunan jumlah penduduk di Barat yang relatif terhadap negara-negara Dunia Ketiga dan negeri-negeri Muslim, berefek terhadap hak yang absah, berdasarkan jumlah penduduknya, untuk menuntut keterwakilan yang lebih baik dan lebih banyak di lembaga-lembaga internasional.

Barat Takut Ledakan Populasi Umat Islam

Isu kelebihan penduduk ini merupakan alasan untuk menjelek-jelekkan negara-negara yang jumlah penduduknya bertambah. Pada saat yang sama isu ini digulirkan untuk melindungi negar-negara tersebut dari potensi hilangnya pengaruh mereka di masa yang akan datang.

Mari kita lihat proses masuknya Turki ke Uni Eropa. Ketika bergabung dengan Uni Eropah, jumlah penduduknya mencapai hampir 70 juta, membuat Turki layak diberi jumlah anggota parlemen terbanyak kedua dalam parlemen Uni Eropa. Perkiraan demogafis menunjukan Turki akan melampaui Jerman dalam hal jumlah kursi parlemen pada tahun 2020. Karena itulah keberadaan Turki memiliki banyak konsekuensi, baik langsung maupun sampingan, bagi arah dan masa depan UE, termasuk isu menjengkelkan tentang rencana pemekaran Eropa masa datang.

Isu ini dijadikan alasan oleh Valery Giscard d’Estaing dari Perancis untuk menentang masuknya Turki. D’Estaing mengatakan bahwa hal itu bisa memicu munculnya tuntutan serupa: masuknya Maroko ke Uni Eropah.

Inggris sebagai bangsa pertama di dunia yang mengalami industrialisasi, namun secara umum ada 8 (delapan) faktor yang memicu industrialisasi. Salah satu di antaranya adalah pertumbuhan penduduk. Setelah bersatunya dengan Skotlandia tahun 1707, penduduk Inggris Raya mencapai 6,5 juta jiwa. Satu abad berlipat ganda menjadi 16 juta. Laju pertumbuhan itu terjadi setelah tahun 1750. Ini ledakan jumlah penduduk terbanyak dalam sejarah Inggris. Ia terkait dengan meningkatkan jumalah tenaga kerja dan konsumerisme barang-barang komoditas.

Asumsi yang Nonsens dan Menyesatkan

Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi di China dan India, dua negara yang terbanyak penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang mencengangkan. Tetapi ternyata jumlah penduduk besar adalah hal yang bagus. Meskipun menerapkan program pembatasan penduduk atas pengaruh Barat, China dan India tetap tidak mampu mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Ternyata keduanya tetap bisa menjadi negara dengan laju perekonomian tercepat di dunia.

Fakta ini kontradiktif dengan pandangan Barat bahwa kelebihan penduduk menyebabkan semakin banyak pula sumber daya yang dihabiskan.

Kini kita bisa menyebutkan bahwa dunia tidaklah mengalami kelebihan penduduk. Pangan dan sumber daya alam masih lebih dari cukup untuk seluruh penduduk dunia. Justru sebagian besar dari sumber daya tersebut habis dirampok dan dikonsumsi oleh Barat secara berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar