Jumat, 01 Mei 2009

Kurikulum Pendidikan Kita

Pengantar

Biasanya tahun ajaran baru, masyarakat sibuk sekaligus repot. Toko-toko yang menyediakan buku dan alat tulis, pakaian seragam, sepatu, atau kebutuhan sekolah lainnya, ikut panen.

Anak-anak gembira karena masuk sekolah, lebih tinggi satu derajat dan dapat suasana baru. Namun orang tua sedih bercampur bingung, sebab harga-harga untuk kebutuhan sekolah anak mereka ikut-ikutan naik. Mereka harus berpikir tentang uang sekolah, sumbangan gedung sekolah, dan segala sesuatu kelengkapan untuk anaknya bersekolah.

Tahun ajaran baru ternyata membawa emosi dan kepahitan yang sama bagi orang tua, kecuali mereka yang mampu membayar semua biaya pendidikan anak-anaknya. Namun pada waktu yang bersamaan pula, jarang sekali orang tua menanyakan program dan kurikulum pendidikan bagi anak-anaknya, apalagi menghendaki macam pendidikan dan pengajaran apa yang ingin didapat dari sekolah.

Istilah Pendidikan dan Pengajaran

Bagi anak didik, tingkatan pendidikan Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Lanjutan Umum, adalah tahapan yang sangat sensitif dan penting bagi kehidupan anak. Inilah tahapan pembinaan pola berpikir, tahap mengatur tingkah laku dan membangun kepribadiannya.

Setiap hari anak didik bersiap sekolah, pergi dan menghabiskan waktunya setengah hari atau sepanjang hari di sekolahnya. Kemudian anak itu pulang, dan besoknya kembali mengulangi hal-hal yang sama. Faktanya, peran orang tua tinggal sedikit, terbatas mengarahkan dan memberikan nasihat. Itupun kalau mereka sempat, bila tidak disibukkan dengan pekerjaannya. Mereka lebih suka menyerahkan sepenuhnya kepada institusi sekolah.

Kita percaya bahwa di negeri tercinta ini, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah berusaha maksimal untuk menyelenggarakan suatu metoda pendidikan yang mengacu kepada pengadaan sumber daya manusia (SDM). Tetapi bagi orang tua, agaknya perlu bertanya, program pendidikan yang bagaimana yang telah disiapkan untuk menghasilkan anak didik yang benar dan layak pakai?

Bagaimanakah pola yang telah berjalan mampu membentuk pola berpikir, membangun kepribadian yang kuat, dan bertingkah laku yang lurus?

Ada 2 (dua) perkara yang langsung tertangkap bila kita membaca istilah proses “pendidikan” dan “pengajaran”, yaitu (1) proses untuk mendisiplinkan sikap dan tingkah laku anak didik, dan (2) mengembangkan ilmu pengetahuan (dan teknologi).

Proses pendidikan, selayaknya ditujukan kepada pemeliharaan anak dalam membentuk tingkah laku serta mengarahkannya kepada jalan yang benar agar mereka nantinya mampu menentukan sikap terhadap dirinya, di tengah keluarga dan masyarakatnya.

Selain itu, anak didik perlu pengawasan akan tingkah lakunya, yaitu mengetahui sejauh mana kerterikatan anak terhadap mafahim (pemahaman ide dan nilai-nilai tentang kehidupan) yang diberikan kepadanya. Tujuannya tidak lain adalah agar ide-ide dan nilai-nilai tersebut selalu berputar dalam lingkaran iman, sehingga dapat diterapkan serta dijadikan sebagai bagian dari kepribadiannya. Dengan kata lain, agar ia dapat membina pola pemikiran, mensucikan jiwa dan menguatkan kepribadiannya.

Perlu diingat bahwa pendidikan tidak hanya memberikan kumpulan informasi berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan belaka kepada anak didik saja, melainkan ia merupakan proses penanaman mafahim /ide-ide tentang kehidupan yang menentukan dan membentuk tingkah laku tertentu. Secara bersamaan perlu dilakukan pengawasan sampai sejauh mana anak didik menerapkan ide-ide tersebut. Dengan kata lain, mengawasi keterikatan anak didik dengan ide-ide yang diberikan dan memaksanya untuk mengikutinya.

Untuk menerapkan hal di atas, dibutuhkan adanya kurikulum dan program pendidikan yang tepat dan benar, yaitu kurikulum yang bisa menjelaskan pendidikan macam apa yang diperlukan dalam tahap pembentukan mafahim tentang kehidupan.

Untuk membuat, mempersiapkan kurikulum dan program pendidikan semacam ini, diperlukan pengetahuan lebih dini tentang dasar-dasar yang menentukan pribadi individu, tahap-tahap pendidikan yang di dalamnya diberikan pengetahuan untuk membentuk pribadi individu tersebut, baik dalam bentuk pengarahan maupun dengan paksaan.

Tahapan Pendidikan

Mengetahui tahap-tahap pendidikan adalah sama pentingnya seperti halnya mengetahui dasar-dasar yang diperlukan untuk membentuk kepribadian individu. Setidak-tidaknya, ada 4 (empat) tahapan usia yang semestinya berintegrasi dalam penyusunan kurikulum pendidikan kita. Pertama, tahap usia 0-7 tahun. Kedua, tahap 7-10 tahun. Ketiga, tahap usia 10-15 tahun. Keempat, tahap usia 18 tahun ke atas.

Dengan mengetahui berbagai tahap usia tersebut, menuntut pula pengetahuan akan pemecahan problematika pendidikan dan apa-apa yang menyangkut mafahim /ide-ide tentang kehidupan, agar kurikulum dan program pendidikan lebih mantap dan sempurna.

a. Usia 0-7 Tahun (Batuta, untuk menggantikan istilah Balita)

Tahap usia ini adalah saat anak sangat membutuhkan pemeliharaan dan kasih sayang seorang ibu. Setelah anak mulai belajar berbicara, peran ibu menjadi sangat vital. Sebab, bahasa yang pertama kali dikenal adalah bahasa ibunya. Bagi kaum Muslimin, bahasa utama adalah bahasa Arab, yang merupakan bahasa Agama dan kebudayaan Islam, disamping sebagai bahasa komunikasi.

Oleh karena itu, bahasa yang harus diajarkan kepada si anak adalah bahasa Arab. Dalam hal ini setiap ibu harus menyadari kewajibannya untuk menguasai bahasa tersebut, walaupun ia bukan bangsa Arab ataupun keturunan Arab. Ketika anak telah mencapai usia 6 tahun, ia wajib mulai diajarkan adab dan sopan santun serta sifat-sifat akhlak yang mulia:

“Apabila anak telah mencapai usia 6 tahun, maka hendaklah diajarkan adab dan sopan santun” (HR. Ibnu Hibban).

b. Usia 7-10 Tahun

Tahap ini merupakan upaya pemeliharaan anak dengan pengarahan, pemberian nasehat, teguran dan peringatan, bahkan bila diperlukan dengan pukulan pada saat-saat tertentu, serta harus diperhatikan sikap-sikap yang lebih sesuai dan layak dilakukan oleh anak didik pada tahap tersebut.

c. Usia 10-15 Tahun (Masa Pubertas; Masa Rawan)

Barangkali tahapan usia ini merupakan saat yang sangat memusingkan para orang tua. Tetapi ia sangat penting, karena pada tahapan usia ini seorang anak menuju proses akil-baligh. Tahapan ini pula merupakan tahap yang paling penting dalam pendidikan anak karena merupakan tahap perubahan /pubertas, sehingga diperlukan perhatian yang khusus. Inilah “tahap ta’dib”, yaitu tahapan pengawasan /pendisiplinan yang memerlukan adanya hukuman. Perhatikanlah sabda Rasulullah Saw:

“Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat pada usia 7 (tujuh) tahun dan pukullah pada usia 10 (sepuluh) tahun bila mereka tidak shalat”
(HR. Al-Hakim dan Abu Daud).


Shalat merupakan salah satu kegiatan anak yang paling penting. Kita menyuruh bahkan memaksa anak mengerjakannya pada usia 7 (tujuh) tahun, tetapi tidak sampai menjatuhkan sanksi bila tidak mengerjakannya. Namun kita wajib memukulnya bila usia 10 (sepuluh) tahun anak tersebut tidak mau melakukannya. Dengan demikian, usia tersebut merupakan langkah awal untuk memasuki tahapan baru kehidupan mereka, yang memerlukan cara-cara baru mendisiplinkan mereka, memelihara akhlak mereka dalam bertingkah laku, yang belum pernah diterapkan sebelum mereka berusia sepuluh tahun.

Jika usia baligh (patokannya + 15 tahun), inilah tahap untuk menyempurnakan kepribadian dan mulai membebankan tanggung jawab kepada mereka. Betapa pada usia demikian merupakan mulai kiprahnya sebagai manusia dewasa, demikianlah Allah SWT telah menggariskannya:

“(Dan) ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin (dewasa). Lalu, jika menurut pendapatmu mereka telah (cukup) cerdas, maka serahkanlah harta-harta itu (yang ada dalam pengawasanmu) kepada mereka…..” (QS An Nisaa’ 6).

Ini merupakan perintah wajib, yang ditunjukkan pada usia cukup untuk kawin plus cerdas. Sebab, tanggung jawab kepemilikan dan pengelolaan harta merupakan kegiatan sangat penting yang memerlukan banyak perhatian dan kesadaran.

Demikianlah sekilas pendapat tentang pentingnya kesadaran semua pihak dalam seluruh tahapan pendidikan dan apa-apa yang dibutuhkan dari seluruh tahapannya, yang berupa kegiatan pemeliharaan dan pengarahan yang baik.

Program Pendidikan bagi Pembentukan SDM

Anak didik yang berasal dari Asia menurut sebuah laporan menunjukkan keunggulan komparatif bila dibandingkan dengan anak didik dari Eropah dan Amerika. Secara genetis, bisa jadi kita bangsa Asia lebih baik dari orang bule. Tetapi model dan metode pendidikan, serta kurikulum yang berjalan pada masing-masing wilayah amat jauh berbeda. Secara jujur harus diakui bahwa kita masih terus coba-coba antara satu model dengan model lainnya. Belum pernah ada sekolah yang mempunyai program pendidikan yang jelas, terperinci dan sesuai dengan tahapan usia anak didik.

Tujuan pendidikan untuk berupaya mendisiplinkan tingkah laku individu dalam kehidupan serta mengawasi keterlibatannya dengan disiplin tersebut sejak kecil hingga dewasa, menimbulkan berbagai pertanyaan:

(1) Usaha apa untuk pembentukan tingkah laku?
(2) Apa pengertian tingkah laku?
(3) Bagaimana disiplin yang diinginkan?
(4) Komponen apa yang membangun dasar kepribadian individu agar menjadi baik, berakhlak terpuji dan berjalan lurus?

Menurut pakar ilmu pendidikan, dasar-dasar pembentukan individu adalah tergantung kepada pembentukan (pemahaman) akidah, ibadah, akhlak, serta proses bermuamalah anak didik. Aqidah merupakan landasan /dasar pembentukan insani. Darinya terpancar seluruh ide-ide tentang kehidupan yang mampu mempengaruhi tingkah laku. Ia juga merupakan landasan berpikir, yang di atasnya dibangun seluruh ide manusia. Aqidah menentukan pandangan hidup, menjelaskan arti keberadaan manusia di dunia. Ia harus jelas, kuat dan kokoh, ditempuh dan ditimbang atas dasar akal, sehingga terhindar dari khurafat dan hal-hal yang menyesatkan.

Di samping itu, manusia mempunyai 3 (tiga) macam hubungan, yaitu (a) hubungan dengan Rabbnya dalam urusan ibadah; (b) hubungan dengan dirinya sendiri dalam urusan akhlak, makanan dan pakaian; dan (c) hubungan manusia dengan sesamanya dalam urusan muamalah.

Inilah kegiatan /aktivitas sehari-hari yang biasanya dilakukan manusia dalam kehidupan yang memerlukan adanya peraturan dan pengarahan. Jika peraturan ini terpancar dari dasar pemikirannya (aqidah), maka tentu pribadi individu akan mengikuti jalan yang benar. Jika tidak, maka kepribadiannya akan sering melakukan hal-hal yang bertentangan, yang menyebabkan adanya kekhawatiran dan keresahan, sehingga kehidupannya penuh dengan kesengsaraan serta penderitaan.

Disini kami ingin bertanya kepada pihak yang menyusun program pendidikan, apakah mereka telah membuat kurikulum yang dapat mengatur perbuatan manusia dan mengatasi problematika hidupnya?

Apakah setiap wali murid pernah bertanya kepada pihak pimpinan sekolah tentang ada tidaknya program pendidikan yang sudah ditetapkan dalam kurikulum ? Lalu diusahakan pelaksanaanya dengan senantiasa mengawasi keterikatan siswa dengan program tersebut?. Juga, apakah pihak pimpinan sekolah atau Departemen pendidikan pernah memikirkan masalah ini untuk memilih dan menentukan pemecahan yang tepat?.

Kita belum pernah menyaksikan hal semacam ini. Mereka tidak pernah merencanakannya dan selalu bertolak dari satu alasan yaitu adanya perbedaan ideologi/agama dalam masyarakat. Padahal yang sebenarnya tidaklah demikian, sebab negara-negara di Timur Tengah maupaun dunia Islam lainnya secara keseluruhan tidak memperhatikannya, bahkan mereka tidak diizinkan memecahkan masalah tersebut sejak masa penjajahan sampai saat ini.

Atas dasar itu, maka pendidikan ibadah, akhlak dan muamalah dalam kehidupan masyarakat bukan merupakan tanggung jawab sekolah, khususnya di Timur Tengah. Jika demikian mengapa yang dulunya bernama Departemen pendidikan diganti dengan Departemen Ilmu Pengetahauan di berbagai negeri-negeri Islam?

Pengetahuan Tentang Kebudayaan dan Sains

Adapun tentang ilmu pengetahuan, kurikulum pendidikan yang telah ditentukan, termasuk seluruh mata pelajaran yang berkaitan dengan hal ini, telah bercampur aduk antara pengetahuan Sains & kebudayaan, yang sedikit banyak telah mempengaruhi tingkah laku dan kepribadian murid.

Marilah kita lihat contohnya. Pelajaran Bahasa, yang menjadi bagian dari kebudayaan, adalah satu-satunya alat yang diperlukan manusia untuk menyampaikan apa yang manusia inginkan. Dengan bahasa, seseorang dapat mencatat tujuannya dan dapat mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya.

Demikian juga dengan pelajaraan Sejarah, yang menghubungkan antara masa lampau dengan sekarang. Juga pelajaraan Geografi, yang menjelaskan bentuk negeri, posisi, cuaca dan kekayaan alam yang diberikan Allah kepada negeri tersebut. Semua itu merupakan bagian dari kebudayaan yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Saat ini kita boleh bertanya, bagaimana kedudukan ketiga ilmu pengetahuan tersebut dalam kurikulum pendidikan di negeri-negeri Islam? Juga sejauh mana perhatian perguruan tinggi terhadap materi pelajaraan tersebut.

Memang, tahap pendidikan yang dimulai sejak kanak-kanak sampai dewasa merupakan tahap pendidikan yang harus dapat menyempurnakan pembinaan kepribadian anak didik agar mampu berpikir dewasa mengenali diri, dan mengetahui sebab keberadaaannya di dunia yang fana ini. Juga, supaya ia mempunyai pola pikir yang dapat memahami segala sesuatu dengan cara yang khas dan mempunyai pola tindak yang dapat membawanya berjalan sesuai dengan persepsi /mafahim yang telah diimaninya.

Jika kepribadiannya telah ditegakkan atas dasar tersebut, maka ia akan berusaha mengembangkan pola pikirnya yang dapat memperkokoh jiwa dan memperkuat kepribadiannya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dikehendakinya, sekaligus dapat merealisasikan tujuan hidupnya. Oleh karena itu, dalam momen menjelang tahun ajaran baru dan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei setiap tahunnya, mari merenungkan jagad dunia pendidikan Indonesia ini, berusaha menyumbangkan ide, atau bahkan mampu untuk mewujudkan dunia itu ke dalam kehidupan yang nyata. Ayo!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar