Kamis, 30 April 2009

DOSA YANG BERMALAPETAKA

Kedekatanku dengan pasien-pasienku memang tidak berjarak. Terkadang aku diminta untuk memberikan jalan keluar problema mereka. Ada kalanya aku diundang makan. Ada saatnya dapat undangan kawinan, sunatan, atau acara-acara ulang tahun. Senang, memang. Tetapi diundang untuk mengobati satu keluarga? Ada juga.

Suatu saat aku diundang salah satu keluarga di Cakung, Jakarta. Keluarga ini sesekali memang suka mengundangku untuk mengobati keluarganya. Biasanya aku dijemput dan selesai mengobati lantas diantar pulang. Tetapi kali ini dia sedikit memohon agar aku mau dijemput untuk mengobati anaknya yang lagi sakit. Aku menyanggupi.

Pagi, jam 09.20 Wib jemputan datang. Di perjalanan aku berusaha bertanya ke sopir yang menjemput, apa penyakit anak majikannya itu. Namun tak sepatah katapun keterangan yang kuperoleh. “Saya tidak tahu persis apa sakitnya. Lebih baik ditanyakan langsung ke bapak atau ibu”, begitu katanya.

Yang sakit namanya Udin. Ini nama panggilan di keluarga dan rekan-rekannya. Safruddin adalah nama lengkapnya. Ia sudah beristeri. Anaknya tiga. Satu lelaki, sedangkan dua lagi kembar adanya dan perempuan. Terus terang, Udin adalah pengguna narkoba dengan berbagai jenis. Itu yang kuketahui dari ibunya. Sebelumnya aku sempat mengobatinya sekali dua kali.

Setiba di Cakung, aku tidak langsung ke rumah pasienku itu. Aku singgah dulu ke rumah ibunya yang berselang dua rumah dari rumah Udin. Setelah mengobrol sebentar, beliau mengantarkan aku ke rumah Udin. Tetapi beliau tidak lama berada di sana, lantas balik ke rumahnya.

Mulailah aku melihat dan memeriksa yang sakit. Pasienku itu berbaring lemah tak berdaya. Ia diinfuse. Kakinya bengkak di bagian bawah. Itu artinya ada cairan (udema) di bawah kulitnya. Tetapi ke atas sedikit, kondisi kakinya mengecil dan kurus. Ada dua lokasi luka bernanah pada tubuhnya. Satu di lehernya, sebuah luka besar. Satu lagi di kaki yang berudema itu.

Selesai memeriksa dan melakukan terapi, aku lantas bertanya kepada isterinya tentang obat yang diberikan dokter kepadanya. Ia membawa bungkusan yang isinya beberapa kantong infuse beserta perangkatnya, obat suntik berupa antibiotika, dan vitamin injeksi. Kemudian ia menunjuk ke arah meja tentang obat yang harus diminum oleh suaminya. Semua kuperiksa.

Alangkah kagetnya aku ketika mataku membaca pada kotak obat tersebut bahwa obat di atas meja itu adalah obat-obatan untuk penderita HIV-Aids. Aku segera ke dapur untuk mencuci tanganku dengan sabun bersih-bersih.

Selesai mengobati, aku kembali ke rumah ibunya Udin. Aku bertanya apakah bapak ada di rumah? Beliau mengatakan bahwa suaminya sebentar lagi datang. “Sekarang bapak dalam perjalanan pulang”, ujar beliau. Suaminya punya usaha berupa pabrik pembuatan komponen-komponen teknik. Beliau mengerjakan orderan sesuai dengan pesanan dalam partai besar. Karyawannya ada ratusan orang.

Kedatangan si bapak kusambut dengan cara bersalaman. Tetapi beliau permisi kepadaku untuk mandi sekaligus hendak sholat ashar. Kira-kira setengah jam kemudian beliau menemuiku. Aku berusaha menahan diri sementara, tidak bertanya tentang penyakit Udin, dengan cara mengobrol tentang pekerjaan beliau di pabrik. Beliau mengeluh dengan order yang sepi sehubungan dengan krisis global yang melanda dunia usaha, khususnya dunia otomotif. Ketika aku merasa sudah saatnya bertanya tentang Udin, aku justru kaget dengan cerita yang gamblang dari beliau. “Udin tidak bisa saya harapkan lagi”, begitu kata terakhir beliau mengakhiri cerita panjang tentang Udin.

Sejak dokter memvonis penyakit Udin, HIV-Aids, sang bapak tidak berhenti menangis, mulai dari rumah sakit sampai pulang ke rumah. Bagaimana tidak, Udin diperkirakan hanya dapat bertahan hidup dalam waktu 3 (tiga) bulan. Itu keterangan yang kuperoleh dari sopir yang menjemputku dalam perjalanan pulang.

“Saya sudah lelah fisik dan fikiran untuk mengatasi masalah Udin. Sudah 32 tempat rehabilitasi yang dijalaninya. Sudah dua tempat pengungsian saya lakukan untuk menjauhkan Udin dari barang laknat itu. Sudah ratusan juta uang habis terpakai”, begitu beliau bercerita. Banyak lagi keterangan yang beliau sebutkan. Sayangnya aku tidak dapat mengingatnya dengan baik.

Aku hanya dapat terdiam dan merenungi kisah Udin, dalam perjalanan pulang sampai ke rumahku. Bahkan aku yakin, banyak kisah-kisah Udin lainnya yang lebih tragis lagi. Dua pekan kemudian, satu hari menjelang ‘Iedul Fitri, ibunya Udin menelfonku mengabarkan bahwa Udin sudah tiada. Di ujung telfon dia menangis dan minta kepadaku untuk mendoakan almarhum.

Kaum Nabi Luth dan Kekinian

Aku lantas ingat kisah kaum Luth. Walaupun konteksnya berbeda, tapi dunia narkoba tidak jauh kaitannya dengan dosa dan kemaksiatan yang dilakukan oleh kaum Luth. Para pemakainya sebagian besar memiliki kelainan dalam hal seksual. Mereka banyak yang berada di lembah itu, dunia gay dan lesbian.

(Ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: 'Sesung¬guhnya kalian benar-benar mengerjakan perbuatan amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kalian. Sesungguhnya apakah patut kalian mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemunkarana di tempat-tempat pertemuan kalian?" Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azhab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar" (QS Al Ankabut 28-29).

Ketika Nabi Ibrahim as meninggalkan Mesir menuju Palestina, kemenakannya, Luth, ikut serta. Namun kesukaran dalam penghidupan menyebabkan mereka berpisah. Nabi Luth as lantas tinggal di dusun Saduum, sebuah kampong yang masih di lingkup negeri Palestina.

Kampung Saduum (Sodom) penduduknya terkenal rusak perangainya. Mereka berlomba melakukan kejahatan. Merampok, membunuh, menganiaya, mabok-mabokan dan madat, adalah pekerjaan rutin mereka. Nyaris tak seorang asingpun yang besar nyalinya untuk melintasi Saduum. Dan ini satu lagi, kebejatan yang terbusuk, menjadi adat kebiasaan mereka adalah melepaskan syahwat terhadap lelaki. Terhadap perempuan, mereka ogah melakukannya dan tidak tertarik sama sekali.

Setiap pemuda yang melintas Saduum, tak pelak akan menjadi sasaran godaan dan kemudian diperebutkan. Untuk itu, matipun mereka mau. Celaka nasib perempuan di sana. Mereka tidak dilirik sama sekali. Karena itu, terpaksa pula mereka melepaskan nafsu berahi dengan sesamanya. Begitulah bertahun-tahun pola hidup mereka. Bagi mereka, nasehat adalah pekerjaan usang yang tidak perlu didengar.

Terhadap kaum Saduum ini akhirnya Allah memerintahkan Nabi Luth untuk membimbing mereka. Namun sudah dipastikan, semua ajaran Luth tidak mampu menembus telinga dan hati mereka. Bermacam cara dilakukan Nabi Luth. Bahkan beliau telah mulai menakut-nakuti mereka dengan akan tibanya azhab dari Allah. Tetapi semua itu mereka anggap enteng dan Nabi Luth diejek habis-habisan.

Nabi Luth nyaris patah arang. Hanya segelitir orang saja yang mematuhi ajarannya. Akhirnya beliau berdoa kepada Allah agar kaumnya ditunjuki. Bila nyata-nyata belum juga mau mengubah perilakunya, Nabi Luth memohon agar dikirimkan azhab terhadap mereka. Beliau berharap dengan azab itu kaumnya menginsyafi perbuatannya. Sebab perbuatan mereka selain telah melampaui batas, juga menambah kerusakan dan kejahatan di muka bumi.

Doa Nabi Luth didengar. Allah SWT kemudian mengutus beberapa orang malaikat. Mula-mula malaikat itu singgah di rumah Nabi Ibrahim. Mereka dijamu seperti layak menjamu tamu. Tetapi malaikat mulia utusan Allah itu kemudian menerangkan bahwa mereka sengaja diutus untuk menurunkan azhab terhadap kaum Saduum yang ingkar itu. Tetapi orang-orang yang mengikuti kebenaran ajaran Nabi Luth akan selamat dari azhab. Diterangkan juga bahwa isteri Nabi Luth sendiri akan menerima azhab tersebut karena perbuatan dan ingkarnya.

Jelas Nabi Ibrahim terperanjat. Beliau berusaha meminta tangguh. Namun malaikat dengan tegas menolak. Sebab, Allah telah mengutus Nabi Luth untuk memperbaiki kaum Saduum itu.

Malaikat-malaikat itu lalu meninggalkan rumah Nabi Ibrahim, menuju negeri Saduum. Penampilan mereka yang berujud pemuda tampan memang menarik perhatian. Di pintu masuk negeri Saduum mereka bertemu dengan anak gadis Nabi Luth yang sedang mengambil air minum. Kemudian para malaikat itu meminta agar mereka diperbolehkan datang ke rumahnya sebagai tamu. Anak gadis itu lalu menerangkan kepada mereka tentang tabiat penduduk kampung, bahwa akan timbul perkosaan dan perbuatan mesum lainnya bila mereka berada lebih lama di Saduum. Oleh karena itu, sebelum menerima mereka sebagai tamu, ia akan merundingkan hal tersebut kepada ayahnya.

Ayah dan anak lalu berunding. Muncul perasaan cemas pada keduanya. Kemudian diaturlah caranya agar kedatangan pemuda-pemuda itu jangan sampai diketahui penduduk. Namun, isteri Nabi Luth mengetahui pembicaraan itu. Begitu tamu-tamu itu datang, rumah Nabi Luth telah dikepung penduduk kampung. Rupanya isteri Nabi Luth telah menyiarkan kedatangan tamu-tamu itu. Para penduduk bejat itu datang dengan maksud ingin mendapatkan para pemuda itu untuk melepaskan nafsunya.

Kembali Nabi Luth menasehati mereka. Nasehat itu menguap ke udara, tidak hendak hinggap di otak mereka. Mereka malah semakin beringas. Nabi Luth akhirnya menyelamatkan tamunya itu dengan mengunci rumahnya, karena kaumnya itu mulai menyerbu. Kembali melalui sebuah jendela beliau menasehati. Tetapi mereka marah seraya berkata: "Hei Luth, kami tidak tertarik kepada anak perempuanmu. Kami tiada hendak dan tidak ingin terhadap perempuan. Bukankah engkau sudah tahu itu?"

Nafsu berahinya telah memuncak, nasehat tidak mampu lagi didengar telinga mereka, dan tidak pula diterima akal mereka. Mereka mendesak dan memaksa masuk. Akhirnya dalam keadaan genting itu, malaikat utusan Allah itu akhirnya menenangkan Nabi Luth dan menerangkan siapa sesungguhnya mereka. "Kami diutus untuk mengabulkan doamu dan melepaskanmu dari bahaya besar ini. Mereka tidak akan dapat mencelakakan engkau dan kami. Merekalah yang bakal dihancurkan".

Penjelasan itu menenteramkan Nabi Luth. Beliau dan para pengikutnya yang segelintir orang itu diperintahkan untuk meninggalkan kampung itu, kecuali isterinya. Sebab, isteri Nabi Luth adalah termasuk orang yang menerima azhab Allah.

Sepeninggal Nabi Luth, negeri Saduum diguncang gempa bumi sekeras-kerasnya. Rumah dan gunung luluh lantak. Kemudian bumi dibalikkan. Ratalah kampung Saduum beserta penduduknya yang durhaka itu.

Sungguh mengerikan azhab yang menimpa penduduk Saduum. Kejahatan mereka yang menganiaya, merampok, membunuh, adalah perbuatan keji dan menjatuhkan derajat kemanusiaan. Tetapi puncak dari perbuatan itu, dan itu paling keji, adalah melepaskan syahwat kepada sesama lelaki dan ke sesama perempuan. Inilah puncak kemesuman. Bahkan binatangpun tidak pernah melakukannya.

Dunia kita ini telah melakukan perbuatan yang sama. Walaupun kisah Udin di atas merupakan kasus yang tidak berhubungan langsung dengan dunia homo, gay, lesbian, gigolo, lokalisasi, dan perbuatan mesum lainnya, tetapi ia telah menjadi bahagian dari kehidupan ini. Hantu gaya baru telah muncul di dunia ini: HIV-Aids. Ia adalah azhab Allah SWT dan meneror seantero buana. Hampir mustahil akan ditemukan obatnya, karena ia merupakan penyakit kutukan dari Allah SWT yang analog dengan azhab yang menimpa kaum Saduum.

Wabah raya (pandemi) Aids kini telah melanda umat manusia. Penyakit ini hanya mungkin dilenyapkan apabila kemesuman demi kemesuman ikut pula dilenyapkan. Dunia kita memang sedang menanti sebuah kekuatan yang mampu memberantas Aids sampai ke akar-akarnya; yang menerapkan, mengayomi dan menyebarkan kebenaran Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar